Epilog Kontestasi PresidensialBambang Arianto ; Peneliti Politik Bulaksumur Empat |
MEDIA INDONESIA, 06 Agustus 2014
TEPAT di hari yang fitri 1435 Hijriah, rakyat Indonesia menyambut pemimpin baru yang sekaligus merayakan kemenangan rakyat Indonesia. Kemenangan rakyat dalam menyambut pemimpin baru dimulai sejak Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara resmi menetapkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla sebagai presiden terpilih 2014-2019. Pemimpin baru hasil kontestasi presidensial adalah pemimpin yang dilahirkan dari akumulasi kekuatan rakyat (people power). Itulah sebabnya, saat berpidato di depan ribuan simpatisan di Tugu Proklamasi, Jokowi kerap menyebut bila kemenangan rakyat dalam kontestasi presidensial 2014 adalah kerja keras dari seluruh rakyat Indonesia. Kemenangan ini tidak lepas pula dari kemampuan Jokowi-JK dalam membangun konstruksi demokrasi yang lebih modern. Jokowi-JK telah mampu mengajak rakyat ke ruang visioner yang lebih konstruktif. Bahkan dengan durasi yang tidak terlalu lama, pasangan ini dapat membuka keran partisipasi aktif ma syarakat. Hal itu dibukti kan dari tingginya antusi asme masyarakat untuk ikut aktif membantu pembiayaan kampa nye Jokowi-JK, dengan cara memberikan sum bangan secara gotong royong. Padahal, parti sipasi aktif dari pelbagai unsur masyarakat dalam proses kontestasi presi densial merjadi parameter keempat bagi terwujudnya pemilu yang jujur dan adil. Peran relawan Kekuatan rakyat yang lahir dari demokrasi konstruktif inilah yang menyebabkan kekuatan koalisi partai besar tidak mampu meyakinkan rakyat untuk menandingi pasangan Jokowi-JK. Citra dan figur pasangan Jokowi-JK yang merakyat, jujur ,tegas, dansederhana terbukti dapat menjadi magnet utama dalam menarik atensi pemilih. Efek Jokowi effect inilah yang menjadi pembeda antara pilpres sekarang dan pilpres sebelumnya. Salah satu kunci keberhasilan Jokowi effect ialah berperannya kerja-kerja kreatif yang ditunjukkan oleh para relawan. Kerja kreatif para relawan dari pelbagai dimensi telah membuka mata para politikus di Indonesia bila kekuatan demokrasi gotong royong yang ditunjukkan oleh para relawan jauh lebih kuat dan tak terbantahkan. Keikhlasan para relawan dalam mendukung JokowiJK yang membuat mereka bisa semakin terorganisasi dan masif. Sebab, jika hanya mengandalkan suara yang dibangun partai koalisi pendukung Jokowi-JK, tidak cukup mengimbangi kubu PrabowoHatta yang didukung oleh mayoritas partai koalisi. Itu pertanda faktor elektabilitas capres bukanlah satu-satunya modal dalam pilpres 2014. Kerja kreatif para relawan ini telah mengubah peta kekuatan capres secara drastis, apalagi pemilih kita lebih didominasi oleh pemilih yang dikategorikan undecided voters (pemilih yang belum menentukan pilihan). Tipologi pemilih ini tidak memiliki kecenderungan untuk tetap ajek memilih kandidat politik. Hal itu menjadi alasan mengapa pembentukan preferensi politik elektoral di Indonesia sangatlah artifisial dan dibentuk secara instan. Akibatnya dinamika politik elektoral kita mirip gelembung (bubble politics), lebih dinamis dan fluktuatif. Partisipasi para relawan juga berimplikasi positif pada publik untuk lebih aktif memberikan usulan model pendekatan pemimpin pilihan rakyat. Wajar, jika setelah penentapan kemenangan oleh KPU, yang pertama kali didatangi oleh Jokowi ialah komunitas-komunitas para relawan. Mafhum disadari jika Jokowi merasa sangat berutang budi kepada para relawannya. Untuk menghasilkan pemimpin yang lebih baik dari masa ke masa, demokrasi harus terus dipupuk dan didewasakan. Demokrasi tidak boleh berhenti hanya sebatas cita-cita dan prosedur dalam meraih kekuasaan. Mesin demokrasi harus digerakkan oleh pemimpin yang menghayati nilai-nilai demokrasi seperti yang termaktub dalam revolusi mental. Revolusi mental menjadi satu elemen penting bagi seorang pemimpin untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Revolusi mental dapat membentuk keterarahan akan kehendak, keberanian, dan kejujuran dalam mengontrol diri sendiri. Nilai-nilai demokrasi Epilog kontestasi presidensial dapat menjadi babak baru fase perjuangan pasangan Jokowi-JK. Pasangan Jokowi-JK memiliki segudang pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan termasuk memenuhi janji-janji politik kepada rakyat. Langkah ini diharapkan dapat mentransformasikan kepemimpinan sesuai yang dibutuhkan rakyat dan sekaligus membumikan nilai-nilai demokrasi. Pemimpin yang mampu membumikan nilai-nilai demokrasi adalah pemimpin yang mau mendengar suara rakyat. Artinya bukan semata-mata merujuk pada perkara psikologis. Namun, merupakan kemampuan holistik seorang pemimpin untuk merealisasikan kapasitas dirinya sebagai pemimpin, yakni pemimpin yang tampil sebagai hamba yang mau melayani rakyat bukan dilayani rakyat, serta mau mewakafkan hidupnya untuk rakyat (demos) dan mewujudkan kesejahteraan-keadilan bagi rakyat yang lebih baik. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar