Reproduksi Bahasa PersahabatanSurahmat ; Dosen Bahasa Indonesia Universitas Negeri Semarang, Penulis buku Melawan Kuasa Perut (2014) |
SUARA MERDEKA, 09 Agustus 2014
"Bahasa persahabatan penting diproduksi karena dapat memengaruhi nalar dan pandangan dunia seseorang" JOKO Widodo dan Jusuf Kalla telah dinyatakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai presiden dan wakil presiden terpilih. Saat menyampaikan pidato kemenangan, keduanya memberi salam tiga jari. Itu merupakan persuasi simbolik supaya semua pihak kembali pada persatuan Indonesia. Salam tiga jari merupakan ungkapan persahabatan yang unik. Dalam arena politik, jarang sekali diproduksi ungkapan-ungkapan persahabatan. Sebaliknya, ungkapan permusuhan justru membanjir melalui media sosial. Salah satu cirinya, ungkapan diproduksi guna mengunggulkan diri sembari merendahkan pihak lain. Ungkapan politik selalu penuh muslihat sehingga patut untuk selalu diragukan. Kata ”lawan” yang melekat pada frasa ”lawan politik” misalnya, merupakan ekspresi permusuhan kental. Dalam ingatan penutur dan mitra tutur, ”lawan” memberi pesan negatif. Pesan ini kerap direspons negatif pula secara kognitif. Jika terus-menerus direproduksi, semangat komunikasi yang melingkupinya berubah menjadi semangat perlawanan. Bahasa konfrontatif tidak selalu muncul melalui pilihan kata. Pada Pilpres 2014, nuansa pertentangan juga diproduksi melalui ironi, sarkasme, dan bahkan caci-maki. Parodi, anekdot, dan satire juga kerap dibumbui semangat menyerang. Dalam bentuk visual, meme atau gambar pelesetan pun tidak kalah provokatif dalam menyebarkan permusuhan. Memang, bahasa permusuhan bukan monopoli arena politik. Di arena olahraga, ungkapan konfrontatif juga menjamur. Sewaktu Jerman menang atas Brasil dengan skor 7-1, beberapa media menyebut ”Jerman Hancurkan Brasil”. Ada media menyebut ”Jerman Luluh Lantakkan Brasil”. Ada pula yang menggunakan kata ”gilas”, ”pecundangi”, dan ”permalukan”. Ungkapan hiperbolis tersebut merupakan ungkapan kecongkakan yang dapat melukai hati. Pandangan Dunia Para linguis dapat memandang fenomena bahasa permusuhan sebagai kreativitas berbahasa semata. Namun, bahasa adalah gejala yang merepresentasikan pikiran dan ideologi manusia. Karena itu, ungkapan bernuansa konforntatif merupakan awal lahirnya permusuhan sebenarnya. Supaya kecenderungan ini tidak terus terjadi, perlu diproduksi bahasa persahabatan sebagai tandingan. Bahasa persahabatan penting diproduksi karena dapat memengaruhi nalar dan pandangan dunia seseorang. Bahasa persahabatan memungkinkan penutur bahasa memahami politik secara sejuk. Bahasa tidak dijadikan alat menyerang tapi sebagai pelumas hubungan sosial (social lubricant). Menurut Wittgenstein, upaya manusia mengenali diri dan lingkungannya hanya mungkin dilakukan melalui bahasa. Pasalnya, manusia membaca realitas melalui proposisi bermakna dan kemudian membantuk pikiran (tought). Konsep dan pemahaman seseorang terhadap realitas sangat dipengaruhi proposisi-proposisi yang diperolehnya. Secara akumulatif, kumpulan proposisi menentukan pandangan dunia (weltanschauung) seseorang. Pandangan dunia adalah orientasi kognitif mendasar suatu individu atau masyarakat yang mencakup seluruh pengetahuan dan sudut pandang individu atau masyarakat, termasuk filsafat alami; anggapan fundamental, eksistensial, dan normatif; atas tema, nilai, emosi, dan etika. Keyakinan, filosofi hidup, dan tata nilai adalah representasi pandangan dunia yang paling mendasar. Di sana terdapat kuantita-kuantita yang memungkinkan manusia membuat penilaian. Hasil penilaian kemudian terepresentasi pada keputusan, tindakan, dan perkataan. Pada buku kedua, Philoshopical Investigations, Wittgenstein berpendapat bahasa adalah permainan. Sebagai permainan, yang paling pertama harus dipahami adalah ”aturan main”. Aturan main berisi kesepakatan-kesepakatan awal yang digunakan sebagai acuan untuk menilai apakah sebuah tindakan dalam permainan dilarang, boleh, atau justru wajib dilakukan. Membaca Jokowi Ungkapan simbolik Jokowi ketika berpidato kemenangan merupakan ungkapan persahabatan yang patut direproduksi. Ia menyampaikan pesan bahwa pertandingan telah usai. Dengan cara itu, ia sekaligus mengokohkan diri jadi pemimpin yang patut diteladani. Sejak muncul sebagai tokoh publik, ia memiliki rekam jejak baik dalam memproduksi bahasa persahabatan. Ia merespons serangan lawan tanpa membantah. Ia juga dapat memilih kata untuk menunjukkan bahasa bersahabat. Performa lingusitik ini didukung gestur lembut. Tiap bicara dan beraktivitas, ia tidak menunjukkan gerakan otot ofensif. Bahasa persahabatan tidak sama dengan bahasa eufemistik. Dalam eufemistik terdapat iktikad menyembunyikan makna. Bahasa persahabatan menginginkan makna disampaikan secara utuh namun dapat diterima dengan lembut. Baik komunikan maupun komunikator melakukan komunikasi secara sadar tanpa upaya memanipulasi makna. Awal manis yang ditunjukkan Jokowi perlu diteruskan oleh siapa pun, terutama pemimpin. Pendukung kompetitor perlu memberi apresiasi, meski tetap akan menempuh upaya hukum ke Mahkamah Konstitusi. Kekalahan bukan hal yang menyenangkan, tapi baik untuk menumbuhkan jiwa besar. Pendukung Jokowi pun perlu bersikap rendah hati dengan menyadari perjuangan untuk menyejahterakan rakyat baru saja dimulai. Mereka perlu sadar bahwa sebagai pemenang, pihaknya berutang kepada rakyat melalui janji yang harus ditunaikan. Dengan cara itu, mereka sekaligus mengukuhkan sebagai pihak yang layak mendapat amanah rakyat. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar