Politik “Rahmatan Lil Alamin”Sukirman ; Sekretaris Komisi C, Wakil Ketua Fraksi PKB DPRD Jateng |
SUARA MERDEKA, 23 Juli 2014
Hari ini, 16 tahun lalu, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), KH Ilyas Ruchyat, KH Munasir Ali, KH Muhith Muzadi, dan KH Mustofa Bisri (Gus Mus) mendeklarasikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) atas mandat resmi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Setahun kemudian, pada Pemilu 1999, partai tersebut mampu meraih 12% suara, menduduki ranking ketiga nasional. Pada tahun itulah putra terbaik NU, KH Abdurrahman Wahid menjadi presiden ke-4. Keterpilihannya mencatatkan sejarah panjang pengabdian nahdliyin kepada bangsa dan negara ini, di antara besarnya jasa ormas itu yang tertulis jauh sebelum revolusi fisik 1945. Sebelum merefleksi perjalanan PKB, catatan politik Gus Dur patut diurai dalam tulisan ini meski sekilas. Ia mampu meletakkan nilai-nilai demokrasi sebagai pijakan bangsa ini. Jauh sebelum orang bicara, ia telah memulai konsep “demokrasi tanpa korupsi”. Departemen Sosial yang dinilai korup dibubarkan, Departemen Penerangan yang membelenggu pers melalui SIUPP/SIUP dibubarkan. Pembenahan BUMN melalui privatisasi dilakukan secara masif demi pengelolaan sumber daya alam dan potensi pendapatan negara. Paket 5 UU tentang Politik sebagai penghambat demokrasi dibekukan, termasuk menghapus dwi fungsi TNI. Ideologi pluralisme dan kebangsaan Gus Dur dipraktikkan dengan memberi tempat bagi warga keturunan untuk merayakan Imlek. Dibebaskannya tahanan politik, yang membuat citra Indonesia di mata dunia internasional kembali baik. Di tengah jalan, kebijakan politik itu menjadikan lawan politiknya terganggu. Melalui konspirasi, Gus Dur dilengserkan, persis bertepatan dengan usia PKB menginjak tiga tahun, pada 23 Juli 2001. Namun ia tak pernah tamat. PKB masih menjadi alat perjuangan politiknya hingga ia wafat. Dia juga tidak pernah ditinggalkan pendukung, kader, dan santrinya. Kiai kampung yang dia cetuskan menjadi basis efektif bagi partainya hingga kini. Nilai nilai perjuangan dan cita-citanya menjadi napas dan roh partai. Pileg 2014 menjadi momentum penting bagi kebangkitan kembali partai. Setelah mengalami penurunan perolehan suara tahun 2009, pada Pemilu 2014 PKB kembali memperoleh suara signifikan, 9,04% setara dengan 11.298.957 suara. Kondisi ini dapat dibaca sebagai pulihnya kepercayaan publik. Ketua Umum DPP PKB H Abdul Muhaimin Iskandar terbukti mampu menggerakkan struktur partai. Yang paling strategis, DPPmendapatkan dukungan penuh dari PBNU, kiai sepuh, dan tokoh nasional. Cak Imin mampu mencitrakan partainya menjunjung tinggi moralitas, serta konsisten mempejuangkan citacita bangsa. Di Jateng Di Jateng misalnya, kebijakan kepimpinannya mampu diejawantahkan dengan baik. Ketua DPW Jateng KH Yusuf Chudlori (Gus Yusuf) mampu meracik potensi struktural dengan potensi kultural. Hasilnya, dari 9 kursi di DPRD Jateng meningkat menjadi 13 kursi. Jateng juga masih menjadi basis utama partai dengan mengirim 10 anggota DPR dari sebelumnya 6. Hari lahir ke-16 partai memang hampir bertepatan dengan rencana DPP menggelar muktamar. Forum itu akan merumuskan platform politik baru bertajuk ”Membumikan Politik Rahmatan Lil Alamin”. Dalam tradisi ahlussunnah wal jama’ah, prinsip itu dimaknai sebagai upaya menyemai rahmat dan keselamatan bagi alam semesta tanpa terkecuali. Dengan demikian, politik rahmatan lil alamin dimaksudkan politik yang mengedepankan keberpihakan pada kepentingan publik dan kehidupan semesta. Meskipun merupakan partai berbasis agama yang lahir dari NU, PKB harus tampil bukan saja untuk kepentingan NU dan Islam melainkan juga demi kepentingan bangsa. Termasuk di lingkup Jawa Tengah. Politik rahmatan lil alamin senantiasa mencerminkan usaha menjaga dan melestarikan tradisi yang baik dan mengambil hal-hal baru yang lebih baik. Termasuk mengawal seluruh kebijakan eksekutif, legislatif, dan yudikatif hanya demi sebesar-besarnya kemaslahatan, kemakmuran, dan kesejahteraan lahir batin rakyat. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar