Catatan tentang JokowiNovriantoni Kahar ; Dosen Universitas Paramadina |
KORAN TEMPO, 21 Juli 2014
Saya selalu mengibaratkan Jokowi bagaikan pembalap MotoGP asal Spanyol, Marc Marquez, yang terus dibayang-bayangi pembalap kawakan Italia, Valentino Rossi. Tiga bulan sebelum Pemilu Presiden 2014, pengamat sering menyebut Jokowi superstar yang sulit ditandingi di sirkuit perpolitikan Indonesia. Namun siapa sangka Marquez a.k.a Jokowi terus dipepet Rossi a.k.a Prabowo sampai di lap-lap terakhir. Kenapa ini terjadi? Tak mudah merenggut cinta-kasmaran masyarakat Indonesia kepada Jokowi. Namun kombinasi beberapa hal sempat jua membuat cinta itu goyah. Pertama, ada Obor Rakyat, tabloid yang sangat jorok memainkan isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dalam mendiskreditkan Jokowi. Banyak saya jumpai masyarakat, awam maupun terdidik, yang sempat termakan info beracun tabloid ini. Kedua, kacaunya pola kampanye Jokowi dibanding rivalnya. Sebuah media Australia pernah mengulas soal ini. Yang paling parah adalah soal keukeh-nya Jokowi menempuh jalur darat agar dapat menyapa sebanyak mungkin rakyat. Padahal, dengan durasi terbatas dan wilayah Indonesia yang begitu luas, semestinya Jokowi lebih sering naik jet dan helikopter guna menunjang mobilitasnya di masa kampanye. Ketiga, banyak memang yang jatuh cinta kepada Jokowi, tapi cinta itu gampang pula goyah oleh faktor-faktor di luar Jokowi. Saya banyak dengar orang bilang begini: "Jokowi-nya orang baik, tapi sayang dia diusung PDIP!" Agak aneh, orang mencari-cari aspek tercela di luar diri Jokowi, sementara Prabowo Subianto yang punya rekam jejak kurang elok justru terbantu oleh unsur-unsur di luar dirinya. Kombinasi tiga aspek inilah yang saya lihat terus menggerus elektabilitas Jokowi. Bahkan menurut survei lembaga yang kredibel, elektabilitas Jokowi nyaris disalip Prabowo sejak akhir Juni. Ketika jarak keunggulan itu tinggal 0,5 persen, salah seorang pakar politik Indonesia kepada saya pernah berkata: "Jika percaya wahyu, sekaranglah waktunya bermohon!" Rupanya, keajaiban masih menyambangi perpolitikan Indonesia. Di lap-lap terakhir, banyak hal positif menghinggapi kubu Jokowi-JK. Sebaliknya, muncul beberapa blunder di kubu Prabowo-Hatta. Misalnya protes keluarga Gus Dur terhadap eksploitasi ungkapan kutipan almarhum. Juga ungkapan "sinting" seorang anggota tim sukses Prabowo-Hatta ketika menanggapi janji Hari Santri dari Jokowi. Namun yang paling menakjubkan adalah dukungan berbondong-bondong dan bergelombang dari para relawan dan figur-figur publik saat awal Juli. Munculnya cuitan #AkhirnyaMilihJokowi dari selebritas ber-follower jutaan macam Sherina dan kawan-kawan amat besar pengaruhnya terhadap pemilih galau dan kaum pemula yang condong ke Prabowo-Hatta. Konser 2 Jari, yang tiada berbayar dan masif, ikut pula menambah energi positif kepada Jokowi-JK sehingga tampil prima di debat putaran terakhir. Semua itu, tak syak lagi, membuat elektabilitas Jokowi kembali naik dan berjarak 3 persen pada survei LSI 3-5 Juli. Baliknya tren positif ini membuat bos LSI, Denny J.A., yakin bahwa cinta kepada Jokowi telah kembali dan Jokowi-JK akan menang tipis. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar