Program Kerja Presiden BaruAnwar Nasution ; Guru Besar Fakultas Ekonomi UI |
KOMPAS, 25 Juli 2014
KEPUTUSAN Ketua Umum PDI Perjuangan sekaligus presiden kelima Republik Indonesia, Megawati Soekarnoputri, untuk mencalonkan Joko Widodo sebagai calon presiden hampir serupa dengan keputusan Ketua Partai Kongres (India) Sonia Gandhi 14 tahun lalu untuk menunjuk Manmohan Singh, seorang teknokrat kawakan yang bukan keluarganya, menjadi perdana menteri. Dari latar perjalanan kariernya, Jokowi tampaknya akan mampu memanfaatkan kerja sama ekonomi regional dan global bagi kepentingan nasional. Menurut jadwal, Komunitas Ekonomi ASEAN akan mulai berlaku pada 2015. Setelah itu akan ada Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional dan Kemitraan Trans Pasifik yang mencakup negara yang lebih banyak dan liberalisasi yang lebih luas. Setelah lulus dari Fakultas Kehutanan UGM, Joko Widodo alias Jokowi merupakan pengusaha mebel yang berorientasi pada pasar ekspor. Setelah itu, dia menjadi Wali Kota Solo yang merupakan salah satu daerah berpenduduk terpadat di Indonesia. Dengan demikian, selain menaruh perhatian pada upaya peningkatan daya saing ekonomi nasional, ia diharapkan juga menaruh perhatian pada penciptaan lapangan kerja, pengentasan rakyat miskin, pemerataan pendapatan, dan keluarga berencana. Berbeda dengan umumnya pengusaha Indonesia, Jokowi bukanlah seorang pengusaha yang menjadi kaya karena memangsa rente atau tergantung pada izin dan kemudahan serta pengadaan negara, korupsi, kolusi, ataupun nepotisme. Sebagai eksportir mebel dari Solo, yang tak mendapat fasilitas apa-apa dari pemerintah, Jokowi sudah memiliki pengalaman bagaimana melakukan penetrasi pasar internasional. Untuk dapat bersaing di pasar dunia, ia merasakan pentingnya desain dan kualitas produk ataupun perbaikan iklim berusaha dan penyederhanaan sistem perizinan untuk menekan biaya. Ia menyadari pentingnya pembangunan infrastruktur guna memperlancar produksi, melakukan komunikasi dengan pemasok kayu maupun pembeli produknya di luar negeri, serta pentingnya perbaikan angkutan darat dari Solo menuju pelabuhan Semarang yang tadinya memakan waktu lama dan penuh dengan pungutan liar di sepanjang jalan. Dengan kata lain, Jokowi sudah punya pengalaman pahit akan buruknya pengaruh korupsi, kurangnya infrastruktur, mahalnya biaya logistik, dan ketidakpastian iklim usaha pada upaya peningkatan ekspor dan penciptaan lapangan kerja. Meniadakan penghambat Indonesia di bawah Jokowi akan lebih maju jika dapat meniru strategi pembangunan Deng Xiaoping dari Tiongkok dan Manmohan Singh dari India. Strategi itu adalah meniadakan faktor penghambat peningkatan ekspor industri manufaktur yang disebut di atas. Strategi itu akan mengundang partisipasi modal swasta asing agar Indonesia masuk dalam jaringan rantai suplai global (RSG) atau jaringan produksi internasional (JPI) untuk meningkatkan investasi, lapangan kerja, alih teknologi, dan ekspor hasil industri manufaktur ke seluruh dunia. Strategi itu akan mengakhiri ketergantungan ekonomi kita pada ekspor komoditas primer hasil tambang, pertanian, dan perikanan, utamanya ke Tiongkok dan India yang terjadi sejak krisis 1997. Di samping itu, ekonomi kita pun bergantung pada ekspor tenaga kerja Indonesia (TKI), tanpa keterampilan dan dengan pendidikan rendah, ke seluruh pelosok dunia. Terbukanya lapangan kerja di dalam negeri akan mengurangi keperluan bagi TKI untuk mencari pekerjaan sebagai buruh kasar ke luar negeri. Dalam RSG atau JPI, perusahaan multinasional melakukan spesialisasi vertikal serta memproduksi suku cadang dan komponen industri manufaktur di negara yang berbeda dan merakitnya menjadi produk jadi di negara lain. Untuk mewujudkan strategi baru pembangunan itu, diperlukan beberapa langkah kebijakan. Langkah pertama adalah agar Jokowi dapat memilih menteri dan pembantu dekatnya yang sejalan dengan cita-citanya memenetrasi pasar dunia secara halal dan toyyiban. Sekali-kali ia jangan memilih pemangsa rente yang akan menggunakan kekuasaan memperkaya diri sendiri. Orang yang kaya karena jadi pemangsa rente akan terus-menerus jadi pemangsa rente hingga akhir hayatnya. Belajar dari pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Indonesia dan Thaksin Shinawatra di Thailand, para pemangsa rente yang ada di badan legislatif dan eksekutif yang korup itu akan menggunakan kekuasaan untuk memperkaya diri sendiri dari rente, pengadaan pemerintah, kontrol APBN, pembuatan undang-undang, pemilihan personalia pejabat negara, perizinan usaha, dan pembelian saham perusahaan asing dengan harga murah. Berintegritas, berpendidikan, berpengalaman Hal kedua yang perlu dilakukan presiden baru adalah memilih personalia anggota kabinet dan para penasihat yang berintegritas, berpendidikan, serta berpengalaman yang mampu melakukan penetrasi pasar dunia itu dan menekan ongkos produksi dalam negeri. Jangan terulang kasus ketika lingkar dalam presiden tak jelas kualifikasi dan kontribusinya, bahkan kemudian banyak yang berurusan dengan KPK. Kalaupun diusulkan partai peserta koalisi, calon menteri dan pena- sihat presiden itu hendaknya memenuhi standar minimum kualifikasi pendidikan dan teknis yang diperlukan melaksanakan tugasnya. Ketiga, memperbaiki kelembagaan dan sistem hukum. Dalam 10 tahun terakhir, kita hidup seperti dalam film The Godfather. Karena sistem hukum tak jalan, masyarakat dan bank asing terpaksa beralih pada penggunaan preman dan penagih utang untuk melindungi hak milik individu, memaksakan berlakunya kontrak perjanjian, serta mencairkan agunan kredit. Seperti halnya dalam film The Godfather itu, sogok-menyogok di lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif merupakan bagian dari hidup sehari-hari di Indonesia yang meningkat setelah refor- masi. Akibatnya, biaya transaksi pasar sangat tinggi di Indonesia. Kegagalan pasar terus-menerus terjadi karena buruknya implementasi aturan prudensial, seperti kasus Bank Bali (1998) dan Bank Century (2008) yang merongrong keuangan negara. Bank-bank yang dirongrong pemiliknya sendiri ditalangi dengan uang negara yang jumlahnya sangat besar. Kegagalan sektor publik pun merajalela sebagaimana tecermin dari maraknya korupsi anggaran negara serta tak mampunya BUMN dan BUMD bersaing di pasar regional dan global. Peningkatan efisiensi bank negara sekaligus akan menurunkan tingkat suku bunga kredit bank. Hal keempat yang perlu dilakukan adalah memperbaiki iklim usaha dan menyederhanakan izin usaha. Hal kelima, membangun sistem logistik nasional, termasuk infrastruktur ekonomi berupa pembangkit tenaga listrik; transportasi darat, laut, dan udara; serta komunikasi dan surel. Pelayanan di pelabuhan dan bea cukai juga perlu ditingkatkan untuk menekan biaya logistik. Dengan pengawasan Kementerian Keuangan, beberapa pemda perlu diberi kesempatan menjual obligasi guna membangun infrastruktur, seperti pelabuhan, jalan raya, dan pembangkit tenaga listrik. Pembangunan sistem logistik nasional sekaligus diperlukan untuk menguatkan NKRI dan membangun kesatuan pasar nasional yang masih terpecah belah sekarang ini. Hal keenam adalah menjaga kepastian berusaha: perlu dicegah terjadinya gejolak kurs rupiah yang berlebihan. Terutama perlu dijaga agar jangan lagi terjadi penguatan kurs rupiah akibat dari boom sumber daya alam, peningkatan kiriman TKI ke kampung halamannya, dan karena pemasukan modal asing jangka pendek. Selain mengurangi daya saing perekonomian nasional, di pasar dunia penguatan nilai tukar rupiah juga sekaligus mengurangi efisiensi perekonomian nasional karena realokasi faktor produksi dari sektor traded ke sektor non-traded. Sektor traded, seperti pertanian, pertambangan, dan perikanan, dianggap lebih efisien karena menghasilkan barang dan jasa yang dipasarkan di pasar dunia. Sebaliknya, sektor non-traded, seperti pemerintahan, listrik, dan real estat, kurang efisien karena hanya menjual produknya di pasar lokal. Hal keenam yang perlu dilakukan adalah membangun kawasan industri padat karya di sepanjang Pulau Jawa, pantai timur Sumatera, dan sepanjang Selat Makassar yang sangat strategis bagi perdagangan dunia. Itu dapat berupa industri manufaktur dan pengolahan sumber daya alam yang pada saat ini dapat dikelola TKI. Kawasan industri itu setidaknya harus dapat bersaing dengan industri yang sama di Malaysia sekaligus merangsang perpindahan penduduk dari Pulau Jawa yang sangat padat ke kawasan industri baru itu. Hal ketujuh yang harus dilakukan adalah meningkatkan sumber daya manusia melalui peningkatan mutu pendidikan dan kesehatan. Sekolah teknik perlu diprioritaskan, mulai dari tingkat STM dan politeknik. Hanya dengan menciptakan lapangan kerja yang menghasilkan pendapatan yang lebih baik, rakyat miskin dapat dientaskan, bukan sekadar membagi raskin dan bantuan langsung tunai seperti yang dilakukan pemerintah sekarang ini. Bantu dunia usaha Selain membantu meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha, pemerintah pun perlu membantu dunia usaha memenetrasi pasar regional dan internasional. Misalnya, agar sayur serta buah dari Tanah Karo, Sumatera Utara, dan dari Padang Panjang, Sumatera Barat, ataupun kerak nasi dari Solo dapat diekspor lebih banyak ke Singapura dan Malaysia. Pemerintah perlu memfasilitasi pembukaan restoran Padang atau Manado di mancanegara bersaing dengan Penang Bistro dari Malaysia serta restoran Thailand yang sudah lebih dulu masuk pasar dunia. Hal kedelapan yang perlu dilakukan adalah peningkatan mobilisasi tabungan nasional untuk membelanjai keperluan pembangunan infrastruktur itu. Untuk itu, administrasi perpajakan perlu diperbaiki dan Bank Tabungan Pos (BTP) perlu dibangun kembali. Untuk membina, mengawasi, dan menyediakan keperluan likuiditasnya, koperasi perlu dikaitkan dengan sistem perbankan. Sebagaimana di Eropa, Jepang, Singapura, dan negara lain yang maju koperasinya, koperasi di Indonesia perlu dibangun dengan menggunakan kaidah dan hukum ekonomi. Mengapa perusahaan kacang goreng bisa kaya dari menggoreng kacang tanah yang ditanam petani anggota koperasi di daerah Kudus dan bukan oleh petani sendiri melalui koperasinya? Sementara itu, devisa hasil ekspor yang diparkir di Singapura perlu diupayakan agar dibawa kembali ke Indonesia untuk meningkatkan tabungan nasional dan menguatkan cadangan devisa. Pembangunan kembali BTP dan koperasi sekaligus mengenalkan produk lembaga keuangan formal kepada masyarakat miskin. Jika perlu, aturan mengenai utang negara perlu diperlonggar agar dimungkinkan pembangunan infrastruktur yang diperlukan. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar