Presiden Baru dan Anak MudaGarin Nugroho ; Sutradara Film, Kolumnis “Udar Rasa” Kompas |
KOMPAS, 10 Agustus 2014
Sekiranya tidak serius melakukan transformasi ledakan penduduk usia produktif (15-34), muncul ledakan generasi muda konsumtif dari pasar produk asing dan ledakan tenaga kerja asing di posisi strategis. Sementara, ledakan anak muda kurang keterampilan memenuhi ruang publik yang semakin penuh kekerasan simbolik dan konsumtif di tengah mal, hingga waralaba yang menawarkan gaya hidup produk impor, kehilangan infrastruktur bagi daya hidup produktif anak muda. Yang tersisa hanya suasana penuh iming-iming gaya hidup dan hiruk-pikuk tanpa panduan kerja, mudah menjadi amuk dari energi anak muda yang tidak mendapat ruang hidup. Catatan di atas hanyalah catatan pendek pribadi di buku harian di tengah menikmati gudeg di dekat rumah sewaktu mudik Lebaran ke Yogyakarta. Barangkali catatan ini terasa sedikit berlebihan, tetapi menjadi renungan pasca Lebaran sebagai hari kemenangan, demikian juga kemenangan presiden baru. Demografi penduduk Indonesia 2013 menunjukkan proporsi penduduk di bawah usia 40 tahun yang mencapai 69 persen, lebih khusus lagi penduduk usia 15-34 tahun mencapai 82 juta, proporsi 68,7 persen. Inilah tantangan utama bagi presiden baru, merujuk anak muda sebagai energi utama gerak bangsa dan masa depan. Artinya, presiden baru Indonesia akan dihadapkan pada tantangan melahirkan strategi budaya untuk anak muda Indonesia. Yang dimaksud strategi budaya adalah kebijakan politik yang didukung oleh keputusan hukum dan manajemen pemerintahan mengelola modal sosial anak muda dari perilaku konsumtif menjadi produktif, dari lemah keterampilan menjadi terampil, berbasis panduan karakter bangsa yang produktif: disiplin, kerja keras, jujur, cinta negara, toleran, inovatif. Meski pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan diprediksi mencapai 5,6 persen serta pertumbuhan masyarakat kelas menengah mencapai 131 juta berbanding populasi 234 juta, alias tumbuh sekitar 7 juta per tahun. Namun, ketergantungan tenaga kerja produktif dengan tidak produktif mencapai 50 persen. Sebuah isyarat, tantangan presiden baru adalah paradoks yang memprihatinkan berkait kualitas anak muda Indonesia. Data menunjukkan kualitas tenaga kerja Indonesia di bawah lima negara ASEAN: Indonesia 7 persen, Thailand 17 persen, dan Filipina 28 persen. Postur tenaga kerja Indonesia didominasi lulusan sekolah dasar mencapai 52 juta, separuh dari total tenaga kerja 110,8 juta, sementara pekerja lulusan universitas hanya 6,83 persen. Bandingkan Malaysia, 55,7 persen lulusan sekolah menengah. Di sisi lain, pada infrastruktur yang menjadi ruang tumbuh anak muda menempati peringkat ke-61 dibanding 148 negara. Bahkan, aneh tapi nyata, pada aspek infrastruktur pelabuhan di bawah Kamboja. Catatan di atas mencerminkan kualitas dan infrastruktur ruang tumbuh yang menjadi dasar pertumbuhan anak muda Indonesia terendah di ASEAN. Oleh karena itu, dalam contoh konkret, meski secara individu anak muda Indonesia bermunculan di ranah internasional di wilayah industri kreatif seperti film, dalam skala jumlah tenaga pembuat film Filipina hingga Thailand lebih unggul secara kualitas. Catatan di atas menunjukkan, bertumbuhnya jumlah usia anak muda tidak diikuti keterampilan, pendidikan, dan ruang tumbuh produktif. Dengan kata lain, terjadi jurang lompatan antara skala kecil anak muda kaya ekonomi, keterampilan, serta ruang tumbuh dengan mayoritas penduduk Indonesia. Strategi budaya bangsa adalah strategi untuk mengolah cara berpikir, bertindak, dan bereaksi sebuah bangsa dalam menjawab tantangan dunianya kini dan nanti. Salah satu strategi adalah membaca syarat peradaban yang menjadi ruang tumbuh anak muda. Syarat-syarat tersebut antara lain mencakup: ruang publik produktif, ruang keterampilan yang mudah diakses, ruang pertumbuhan perbengkelan dan teknologi rakyat, ruang pertumbuhan selera seni, jiwa olahraga, dan hasrat intelektual hingga ruang pergulatan lokal-nasional-global bagi transformasi nilai pikir dan kerja. Periode kampanye pilpres telah menunjukkan dinamika potensi kreatif serta semangat berbangsa dari kaum muda. Tantangan presiden baru adalah mentransformasi daya hidup anak muda tersebut dalam kerja pelaksanaan berbangsa, atau pilpres hanyalah kultur melodrama cinta kepemimpinan yang seumur jagung, mengambil istilah peramal agung Jayabaya. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar