Mewujudkan Ukhuwah IslamiyahAnis Mashdurohatun ; Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) |
SUARA MERDEKA, 07 Agustus 2014
Tradisi mudik telah lama menjadi agenda rutin tahunan bagi jutaan rakyat Indonesia. Ikhtiar mewujudkan secara nyata kerinduan mendalam akan kebersamaan melalui jalinan tali silaturahmi tidak bisa diukur secara material dan non material. Mereka sudah bersiap menghadapi segala kemungkinan, semisal risiko terjebak kemacetan, dan terbuangnya banyak waktu. Belum lagi energi yang terkuras mengingat sebagian memutuskan untuk tetap berpuasa Ramadan kendati harus menempuh perjalanan jauh. Sebagian pemudik memanfaatkan rest area, posko Lebaran, di masjid atau SPBU, untuk sekadar beristirahat. Namun ada yang tetap meneruskan perjalanan yang berarti siap menanggung segala konsekuensi. Kita bisa melihat nilai-nilai Illahiyah. Semangat merayakan hari kemenangan dipertautkan dengan tekad bersilaturahmi secara tatap muka dengan keluarga. Senyatanya tradisi ini memupuk rahmah dan rahim. Keterjalinan silaturahmi antarsesama dalam keluarga dan masyarakat menjadi tanggung jawab seluruh umat (QS:An-Nisa:1). Bahkan Allah akan memberi ganjaran berupa kasih sayang dan berkah. Dengan memperkuat tali silaturahmi, manusia bakal terhindar dari konflik, dan lebih meningkatkan rahmat dan berkah dari Allah Swt (QS:Al-Hujurat:10). Alquran juga menyebutkan muslim harus saling bersikap dzillah; yang meliputi sikap kasih sayang dan lemah lembut (QS al-Maidah [5]: 54). Umat juga diperintahkan untuk tolong-menolong; membantu kebutuhan dan menghilangkan kesusahan saudaranya sesama umat; melindungi kehormatan, harta, dan darahnya; menjaga rahasianya; menerima permintaan maafnya; dan saling memberikan nasihat. Wujud ukhuwah Islamiyah tidak hanya bersifat individual tapi juga berkait tatanan kehidupan. (Global Muslim, Rokhmat S Labib:2011). Mengaitkan tradisi mudik dengan ukhuwah Islamiyah, kita bisa mendedah dari sila-sila dasar negara. Sila pertama Pancasila merupakan nilai berketuhanan dapat mewakili untuk menggambarkan refleksi kesadaran bangsa Indonesia yang memiliki religiositas tinggi. Pemahamannya adalah hubungan manusia dengan Tuhan merupakan dignity (martabat) mulia. Corak Nusantara Sebagai mahkluk sosial, hubungan manusia dengan manusia dalam keluarga, dan masyarakat dalam suatu bangsa pun merupakan keharusan yang wajib dilestarikan demi kehidupan bersama. Kekeluargaan menggambarkan corak pergaulan hidup asli masyarakat Nusantara, melalui interaksi sosial untuk saling tolong-menolong. Soepomo bahkan menafsirkan kekeluargaan lebih dari sebuah konsep organis biologis. Pengejawantahannya adalah dalam negara integralistik, negara didirikan bukanlah untuk menjamin kepentingan individu atau golongan tertentu melainkan juga guna menjamin keberlangsungan masyarakat secara keseluruhan namun tetap dalam satu kesatuan. Para pemimpin bersatu jiwa dengan rakyat, dan pemimpin juga wajib memegang teguh persatuan dan menjaga keseimbangan dalam masyarakat. Persatuan antara pemimpin dan rakyat, antara golongan-golongan rakyat, diikat oleh semangat kekeluargaan dan gotong royong (Sofian Effendi, UGM:2005). Pemerintah telah memberikan pelayanan publik secara terpadu kepada pemudik, baik yang mudik dan kini balik ke kota asal, melalui jalur udara, darat, dan laut. Sejauh ini tradisi mudik senantiasa berkait erat dengan transaksi dalam segala bidang. Realitas itu secara otomatis membuat tanggung jawab pemerintah makin berat dari tahun ke tahun berikutnya. Hal itu mengingat jumlah pemudik tiap tahun terus meningkat. Hal itu memerlukan dukungan stabilitas iklim harga pasar, kelayakan sarana dan prasarana, serta keterjaminan keselamatan dan keamanan, termasuk bagi mereka yang tidak mudik. Semua itu menuntut terintegrasinya program pemerintah, dari tingkat kementerian, pemprov, pemkot/pemkab beserta dinas yang terkait, hingga masyarakat dan pemudik. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar