Simbol Diskriminasi GajiLathifah Hanim ; Dosen Unissula Semarang, Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum UNS Surakarta |
SUARA MERDEKA, 17 Juli 2014
JULI adalah bulan yang sangat ditunggu banyak aparatur negara, baik sipil maupun militer. Sejak beberapa tahun lalu tiap Juli pemerintah selalu memberi gaji ke-13 kepada para aparatur dan pensiunan. Pemerintah akan membayarkannya kepada PNS, serta anggota TNI dan Polri pertengahan bulan ini. Bahkan Menteri PAN dan RB, Azwar Abubakar menginformasikan, dirinya telah meneken surat pencairan gaji ke-13 pada pertengahan Juni lalu. (okezone, 25/6/14) Dari legalitasnya, pemberian gaji ke-13 itu sah karena berdasarkan hukum. Bagaimana dari filosofinya? Filosofi dari gaji ke-13 adalah sesuatu diberikan kalau yang diberi bisa mengukir prestasi melalui pekerjaan. Artinya ia lebih dulu harus bekerja dengan baik dan tidak merugikan pihak yang memberi. Bila sebaliknya maka tidak ada hak untuk mendapatkan gaji tambahan itu. Dari aspek keadilan, pemberian gaji ke-13 bisa dianggap simbol kegagalan pemerintah mewujudkan keadilan di negeri ini. Bagaimana pemerintah disebut adil dan mampu menyejahterakan seluruh rakyat bila di tengah banyaknya rakyat yang masih susah, pemerintah melakukan pemborosan dengan memberikan gaji ke-13 untuk aparaturnya. Kewajiban menyejahterakan rakyat adalah tanggung jawab pemerintah yang diamanahkan UUD 1945. Semua rakyat, sebagai warga negara, memiliki hak sama untuk disejahterakan. Dalam konteks itu, pemerintah harus memberikan hak tanpa diminta rakyat, apalagi melalui demontrasi atau diawali ribut-ribut. Realitasnya, pemerintah saat ini cenderung memanjakan aparaturnya dengan gaji tinggi, tunjangan besar, dan beberapa fasilitas lain. Bahkan untuk aparatur tertentu, pemerintah memberikan remunerasi kendati masyarakat tahu bahwa sebagian dari penerima remunerasi belum/tidak optimal melayani masyarakat. Uang triliunan rupiah untuk gaji ke-13, bukan jumlah kecil. Andai dimanfaatkan untuk kegiatan pembangunan berbasis prorakyat, pasti lebih bermanfaat. Menyejahterakan Buruh Justru kepada rakyatlah seharusnya pemerintah lebih berpihak, bukan kepada aparaturnya. Pemberian gaji ke-13 itu juga dapat berarti salah sasaran kalau di antara penerima tersebut biasa atau selalu bertindak curang yang merugikan keuangan negara. Tujuan pemberian gaji tersebut pun tak pernah jelas selain untuk menambah penghasilan. Terasa nafif bila mendasarkan alasan membantu aparatur memenuhi kebutuhan tambahan sekolah anaknya. Pemerintah sepertinya lupa kalau yang menyekolahkan anak bukan hanya aparatur negara melainkan juga rakyat awam. Pemerintah jangan mencari banyak alasan pembenar berkait kebijakan tersebut. Sebaliknya justru harus menyadari masih banyak rakyat yang menganggur. Sebagian dari rakyat yang menjadi buruh pun masih menerima upah yang belum bisa mencukupi pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Lebih baik bila pemerintah memperjuangkan gaji ke-13, apa pun namanya, untuk buruh. Selama ini, pemerintah juga belum mampu membantu mewujudkan upah layak bagi buruh. Termasuh menjamin terpenuhinya hak-hak yang lain. Ketika ada pelanggaran terhadap hak buruh, pemerintah cenderung tidak berpihak kepada mereka. Bahkan adakalanya lebih memihak pengusaha. Tak berlebihan bila ada yang menyebut pemberian gaji ke-13 oleh pemerintah dari konsep negara hukum modern tentang penyelenggaraan negara kesejahteraan sebagai pengkhianatan terstruktur. Bila pemerintah sengaja melakukan hal itu, jelas sangat bertentangan dengan asas pemerintahan yang baik dan benar. Terlebih pada prinsipnya pemerintah harus bisa menciptakan bangsa dan negara yang adil dan sejahtera. Tidak ada pilihan, kecuali pemerintah harus selalu mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan aparaturnya. Bukan pula mengutamakan kepentingan para wakil rakyat. Terlebih mereka sering memaksakan kehendak. Pemerintah yang baru harus mampu menekan kemunculan beragam wujud pemborosan dan kebocoran. Dua hal itu merupakan penyebab utama pengesampingan kepentingan umum sekaligus rusaknya keuangan negara dan terhambatnya proses pencapaian kesejahteraan rakyat. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar