Momentum Pemilu di Tiongkok Sudaryanto ; Warga Negara Indonesia dan Pengajar Tamu di Guangxi University for Nationalities dan Xiangsihu College, Nanning, Guangxi, Tiongkok |
OKEZONENEWS, 09 April 2014
Sabtu, 29 Maret 2014. Siang itu, penulis dan istri memenuhi janji pertemuan dengan Eva Situmorang, konsul muda dari Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Guangzhou, di restoran yang juga lantai 1 Masjid Kota Nanning. Dia membawakan surat suara bagi kami (baca: WNI) yang tinggal di Kota Nanning. Pertanyaannya kini, apa-apa saja yang menarik dicatat dari momentum Pemilihan Umum (Pemilu) 2014, khususnya di Tiongkok? Pertama, ucapan terima kasih kami sampaikan kepada pihak Panitia Pemilu Luar Negeri (PPLN) yang berada di KJRI Guangzhou (Pak Andi Ardiansyah dkk). Melalui bantuan mereka, kami selaku warga Indonesia di Kota Nanning, Provinsi Guangxi, tetap dapat mengikuti pesta demokrasi lima tahunan seperti warga Indonesia yang berada di Tanah Air. Sekali lagi, kami sampaikan ucapan terima kasih kepada Pak Andi dkk. Sesuai arahan dari PPLN, kami pun diminta untuk memilih nama calon legislatif (caleg) yang berasal dari 15 peserta partai politik dan dari Daerah Pemilihan (Dapil) II Jakarta Pusat. Saat itu, baru saya ketahui informasi bahwa seluruh suara dari warga Indonesia di luar negeri akan bermuara ke Dapil II Jakarta Pusat. Informasi ini pun saya sampaikan kepada teman-teman lainnya, dan kemudian mereka mencari informasi rekam jejak para caleg di dunia maya. Partisipasi Pemilih Kedua, partisipasi pemilih (baca: warga Indonesia) dalam mengikuti Pemilu 2014, khususnya tingkat legislatif. Di Kota Nanning, terdapat tiga universitas yang di dalamnya terdapat sejumlah warga Indonesia. Tiga universitas itu ialah Guangxi University for Nationalities (Guangxi Minzu Daxue), Guangxi University (Guangxi Daxue), dan Guangxi Medical University (Guangxi Yike Daxue). Jumlah warga Indonesia dari ketiga kampus itu bisa dibilang relatif banyak. Perlu Anda catat, jumlah total warga Indonesia dari ketiga universitas di atas ialah 110 orang. Rinciannya, 63 orang dari Guangxi Medical University, 35 orang dari Guangxi University, dan 12 orang dari Guangxi University for Nationalities. Saya kira, 110 orang warga Indonesia di Kota Nanning, Provinsi Guangxi bukan jumlah yang sedikit meskipun tidak juga banyak. Terlepas dari hal itu, kita pun tetap mendukung agar mereka mau memilih dan tidak bersikap golput. Barangkali, di antara pembaca budiman bertanya dengan nada heran, apakah warga Indonesia di luar negeri, termasuk di Tiongkok, bisa golput? Saya jawab: bisa saja! Ada beberapa penyebabnya, antara lain, karena minimnya informasi tentang Pemilu 2014, kurangnya sosialisasi dari pihak PPLN, dan rasa kecewa terhadap ketidaksesuaian daerah pemilihan. Penyebab pertama dan kedua lebih kepada urusan teknis, sedangkan penyebab ketiga perlu ditangani oleh KPU. Seorang teman pernah curhat kepada penulis, betapa tak sedikit kawan-kawan di kampusnya yang awam soal Pemilu 2014. Harap maklum, informasi perihal Pemilu 2014 hanya dapat diakses melalui dunia maya. Itu pun tidak secara detail dan lengkap, misalnya profil para caleg, khususnya Dapil II Jakarta Pusat. Hal ini mestinya menjadi tanggung jawab pihak PPLN, termasuk PPLN KJRI Guangzhou, untuk menyosialisasikan informasi tersebut. Minimnya informasi dan sosialisasi tentang Pemilu 2014 dapat diatasi dengan pengiriman informasi secara lengkap. Mulai dari tanggal pelaksanaan, peserta partai politik, hingga profil caleg peserta partai politik Pemilu 2014. Dalam hal ini, seluruh warga Indonesia di luar negeri dapat melakukan aktivasi diri melalui laman www.lapordiriwni.com. Melalui laman tersebut, PPLN dapat mengirimkan informasi melalui alamat surat elektronik yang bersangkutan. Di zaman yang serba canggih saat ini, saya pikir, bukan hal yang sukar apabila pihak PPLN mendayagunakan dunia maya dan media sosial, seperti e-mail, blog, Facebook, Twitter, hingga QQ (Facebook ala Tiongkok). Melalui dunia maya dan sejumlah media sosial itu, pihak PPLN dapat melakukan sosialisasi secara murah, intensif, cepat, dan yang terpenting, dapat diakses kapan pun dan di mana pun. Informasi dari KPU Selanjutnya, rasa kecewa terhadap ketidaksesuaian dapil. Seorang teman pernah bertanya kepada penulis, kenapa saya harus memilih caleg yang tidak sesuai dengan (KTP) daerah saya berasal? Ilustrasinya begini. Saya memiliki KTP Kota Bekasi, mengapa saya harus memilih para caleg yang berasal dari Dapil II Jakarta Pusat? Otomatis, saya tidak mengenal seorang pun dari para caleg tersebut. Itulah yang menjadi sumber kekecewaan teman saya tadi. Tak hanya itu, teman saya tadi juga berkomentar begini. Kalau kita sudah memilih caleg, yang ternyata di kemudian hari ia malah korupsi, mau tidak mau, kita pun kena “getahnya”? Untuk itu, lanjut dia, kita pilih caleg yang betul-betul rekam jejaknya bersih dan sesuai dengan dapil kita berasal (baca: sesuai KTP). Jujur saja, saya tak punya ilmu dan kapasitas untuk menjawab pertanyaan dan komentar teman saya ini. Pihak yang berkewajiban menjawab pertanyaan dan menanggapi komentar dari teman saya di atas ialah KPU Pusat dan Daerah, atau PPLN. Di sini, KPU perlu memberikan informasi yang terang mengenai hal tersebut. Mengapa seorang warga Indonesia yang berada di luar negeri harus memilih caleg dari Dapil II Jakarta Pusat, padahal dia sendiri tidak berasal dari dapil tersebut? Jika begitu, tidakkah warga Indonesia di luar negeri bagai membeli kucing dalam karung? Berikutnya, hal yang perlu juga diinformasikan oleh pihak KPU dan/atau PPLN ialah hasil pemerolehan suara pemilihan legislatif (Pileg) dari warga Indonesia di luar negeri, khususnya di Tiongkok. Informasi ini patut diketahui, mengingat warga Indonesia di luar negeri tetap perlu mengetahui informasi yang akurat dari KPU. Tentu, hal ini juga menjadi catatan penting bagi evaluasi kinerja PPLN guna menghadapi Pilpres pada 9 Juli 2014 mendatang. Sebagai penutup, saya nukilkan lirik-lirik puisi “Berbeda Pendapat” Taufiq Ismail. Penyair kelahiran Bukittinggi itu mengingatkan kita ihwal Pemilu I pada 1955, 59 tahun yang lalu. Begini guratan puisinya, “…/Pemilu ’55 pemilu pertama paling merdeka/ Tiada huru-hara, tak ada pembunuhan, tanpa sandiwara/ Penguasa tidak menipu rakyat menghitung suara/ Burhanudin Harahap PM-nya, jauh dari selingkuh/ Cuma mau memenangkan partainya.” ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar