“Kartini” di Antara Penderitaan dan PolitikMusfi Yendra ; Branch Manager Dompet Dhuafa Singgalang |
HALUAN, 21 April 2014
Ini kisah nyata di Sumatera Barat, saya saksinya. Sebut saja namanya Kartini. Bukan kebetulan tapi skenario Tuhan, wanita 34 tahun itu tepat lahir 21 April. 21 April diperingati sebagai Hari Kartini di Indonesia. Hari dimana emansipasi wanita digaungkan. Raden Ajeng Kartini tercatat dalam sejarah sebagai pahlawan yang meletakkan nilai-nilai gender diperjuangkan. Hak-hak perempuan harus diakui sama dengan kaum laki. Perempuan adalah makhluk mulia yang tak boleh disakiti baik secara pemikiran, fisik maupun perasaan. Apalagi dieksploitasi. Pepatah mengatakan, “perempuan itu tonggaknya negara”. Seorang aktivis perempuan Sumatera Barat menghubungi saya, Rabu (16/4) lalu. Ia mengajak bekerjasama membantu Kartini yang sedang menghadapi masalah berat. Kartini miskin itu akan melahirkan anak kedua. Esok harinya saya langsung mendatangi sebuah rumah sakit dimana Kartini sedang terbaring. Tatapan Kartini kosong sambil mengelus perut hamilnya. Alat medis terpasang untuk merangsang agar ada kontraksi. Menurut perhitungan, kehamilannya sudah masuk bulan ke-10. Sudah harus melahirkan. Pada saat seperti harusnya sang suami mendapingi. Tapi tidak untuk Kartini. Kartini adalah istri yang ditelantarkan. Ia mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Kekerasaan secara perasaan. Begitu fakta yang ia buka. Ia mengaku sebagai istri kedua. Sejak hamil hampir tak pernah dinafkahi suaminya. Untuk makan ia terpaksa menjadi tukang cuci dan setrika. Ketika kehamilan memasuki usia tua, ia memilih menjual makanan. Penderitaannya berlanjut, anak pertama yang harus sekolah belum bisa mendaftar karena tak ada uang. Saya kian penasaran atas penderitaanya. Bersama beberapa aktivis perempuan kami mendatangi tempat tinggalnya yang tak jauh dari rumah sakit. Sebuah rumah lebih tepat disebut gudang. Rumah itu persis di depan kandang ayam. Hanya ada satu tempat tidur. Di ruang tengah terdapat kompor minyak tanah dan obat nyamuk bakar. Di belakang ada dapur berlantai tanah. Rumah itupun bukan miliknya, tapi ia kontrak. Hal yang paling mengejutkan, bahwa wanita malang itu adalah istri seorang caleg yang baru saja bertarung Pileg 9 April 2014 lalu. Nama suaminya jelas tertera di buku nikah yang dilihatkan kepada saya. Saya cek daftar nama caleg daerah itu di website KPU, ternyata betul. Saya terhenyak dan terpukul atas sebuah realita yang baru saja disaksikan. Saya tidak tahu apakah suaminya terpilih jadi anggota dewan atau tidak. Wanita malang di antara penderitaan dan politik. Kartini adalah bukti nyata bahwa emansipasi wanita masih isapan jempol belaka. Perempuan Indonesia masih banyak hidup dalam kekerasan dan penderitaan. Partai politik juga membuktikan kegagalannya melakukan kaderisasi. Pemilihan legislatif (Pileg) juga memberikan ruang orang yang tak bertanggungjawab untuk mengurus negara. Mengurus keluarga saja tak benar, apalagi negara. Naudzubillah! Urusan kami dari lembaga sosial hanyalah membantu Kartini agar persalinannya berjalan dengan baik. Biaya persalinan, tempat tinggal, kebutuhan pasca persalinan, rencana usaha, pendidikan anaknya yang pertama itu program yang kami lakukan. Alhamdulillah Jumat (18/4) Kartini telah melahirkan anak perempuan yang sangat cantik. Akankah penderitaannya berakhir? Semoga saja. Esensi Hari Kartini adalah pemberdayaan perempuan. Raden Ajeng Kartini salah satu teladannya. Peringatan Hari Kartini 21 April ini perlu dilihat sebagai refleksi bagaimana perempuan saling mencerdaskan dan memberdayakan. Menurut Hermawan Kartajaya, perempuan itu WOMEN. WOMEN diartikan sebagai wellbeing (hidup layak), optimisme (optimis), multitasking (serba bisa), entrepreneur (wirausaha), dan networker (pergaulan luas). Karakter WOMEN inilah yang ada dalam diri perempuan dan mencerdaskannya, serta membuatnya berdaya untuk diri dan orang lain. Kita juga berharap pemilihan legislatif yang baru saja dilakukan mampu melahirkan anggota dewan yang baik. Salah satu fungsi legislatif adalah membuat kebijakan. Semoga ke depan produk regulasi kita baik secara nasional maupun daerah berpihak kepada hak-hak perempuan secara benar. Tidak ada lagi Kartini-kartini yang menjadi korban kekerasan dan penderitaan. Agar tak ada lagi laki-laki yang semena-mena terhadap perempuan. Selamat Hari Kartini! ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar