Senyatanya Memberdayakan DPD Hadi Priyanto ; PNS di Jepara |
SUARA MERDEKA, 07 April 2014
"Ada pengerdilan tugas dan wewenang DPD dari 3 fungsi yang dimiliki, yaitu legislasi, pertimbangan, dan pengawasan" KESETARAAN dan keberdayaan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) tentu dapat menjadi penyeimbang Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Spirit pada awal reformasi inilah yang melatarbelakangi dipilihnya sistem bikameral dalam sistem politik ketatanegaraan kita. Hanya kehadiran DPD sebagai hasil amendemen III UUD 1945 tersebut masih terasa setengah hati dituangkan dalam UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPD, DPR, dan DPRD. Ada pengerdilan tugas dan wewenang DPD dari 3 fungsi yang dimiliki, yaitu fungsi legislasi, fungsi pertimbangan, dan fungsi pengawasan. Memang berdasarkan konstruksi UU Nomor 27 Tahun 2009 tugas, fungsi dan wewenang DPD dibangun serbatanggung. Gagasan awal yang memosisikan DPD sebagai lembaga penyeimbang DPR tampaknya masih jauh panggang dari api. Bahkan ada anggapan bahwa DPD hanya menjadi subordinat DPR. Walaupun nyatanya mandat rakyat yang diberikan kepada seorang anggota DPD jauh lebih otoritatif ketimbang suara yang diberikan rakyat untuk seorang anggota DPR. Pembatasan tiga fungsi utama DPD sebagai legislator, pertimbangan, dan pengawasan terlihat dari diberikannya ruang yang sempit pada bidang khusus. Dalam melaksanakan fungsi legislasi misalnya, DPD hanya dapat mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang yang terkait dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat-daerah. Demikian pula pada fungsi pertimbangan; kewenangan DPD dibatasi hanya bisa memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU tentang APBN serta yang terkait dengan pajak, pendidikan, dan agama. Pengerdilan peran DPD juga terlihat pada kewenangannya yang dibatasi hanya boleh mengawasi atas pelaksanaan UU yang menyangkut otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat-daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya. Pengerdilan atas peran dan fungsi DPD tersebut diperparah dengan kapabilitas anggota DPD. Senyatanya, kendati anggota DPD berjumlah 128 orang, kiprah dan greget lembaga ini hampir-hampir tidak terdengar. Untuk memberdayakan DPD tentu harus dilakukan perubahan UU Nomor 27 Tahun 2009, terutama yang menyangkut tugas, fungsi, dan wewenangnya. Karena itu, DPD hasil Pemilu 9 April nanti diharapkan dapat menjadi pintu masuk bagi perubahan konstitusi sekaligus penguatan institusi tersebut. Karena itu, sangat diperlukan kecermatan pemilih dalam menentukan pilihannya agar anggota DPD yang terpilih memiliki kekuatan untuk melakukan perubahan. Ada beberapa kriteria yang mungkin dapat dipertimbangkan sebelum memberikan mandat kepada calon anggota DPD pada Pemilu 9 April mendatang. Menguasai Persoalan Pertama; sikap negarawan harus menjadi salah satu syarat supaya DPD dapat menjadi jembatan yang efektif bagi aspirasi masyarakat di daerah, sekaligus menjadi jembatan antara kepentingan daerah dan pusat. Dalam konteks ini komitmen anggota DPD untuk tetap menjaga keselarasan dengan daerah lain dan pusat harus diperhatikan dalam bingkai NKRI. Kedua; mengetahui dengan benar konstruksi ideal hubungan antara pusat dan daerah beserta cabang ranting persoalannnya. Termasuk memiliki pengetahuan pada bidang pengembangan dan penguatan otomoni daerah yang sementara ini menjadi domain utama DPD. Ketiga; bukan menjadi kepanjangan tangan partai politik. Tidak bisa dimungkiri, partai politik tentu ingin menempatkan sebanyak-banyaknya kader dalam lembaga MPR untuk mengamankan kepentingan politik dan kekuasaannya. Keempat; menguasai persoalan daerah yang diwakili, serta mampu menyerap aspirasi, mengartikulasikan, dan memperjuangkannya menjadi kemanfaatan yang strategis bagi masyarakat dan bangsa. Kelima: memiliki ide-ide kreatif sebagai problem solving berbagai persoalan bangsa meskipun itu di luar fungsi DPD. Keenam; memiliki rekam jejak dan prestasi baik, paling tidak dalam lima tahun terakhir. Karya nyata di tengah-tengah masyarakat adalah alat yang paling mudah untuk mengukur rekam jejak calon anggota DPD. Ketujuh; memiliki kemampuan komunikasi politik yang matang. Persyaratan ini penting supaya ketika terpilih, ia mampu menjadi kanal aspirasi masyarakat dan daerah yang diwakilinya kepada para pemangku kepentingan lain. Termasuk mampu membangun komunikasi dan bahkan negosiasi dengan elemen partai politik untuk memperkuat fungsi legislasi dan pengawasan DPD. Kedelapan; memiliki elektabilitas dari berbagai komponen masyarakat sehingga ia dapat mewakili masyarakat, dan bukan hanya berkonsentrasi pada perjuangan aspirasi kelompoknya. Semoga melalui Pemilu 2014, kita memiliki DPD yang mampu memberdayakan institusi tempat ia mengabdi supaya dapat setara dengan lembaga tingggi negara lain, sekaligus menjadi penyeimbang DPR. Andai tidak bisa mengubah konstruksi yang melekat pada UU Nomor 27 Tahun 2009, mungkin saatnya anggota DPD periode mendatang berani berakrobat politik, keluar dari pakem yang membelenggunya. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar