Postur Baru Politik Indonesia

 On Kamis, 10 April 2014  

Postur Baru Politik Indonesia

Rakhmat Hidayat  ;   Dosen Jurusan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta (UNJ)
REPUBLIKA, 10 April 2014
                                      
                                                                                         
                                                             
Pemilu legislatif sudah dilaksanakan dengan lancar, tanpa ada masalah serius misalnya terkait gangguan keamanan. Meski perlu dicatat masih terdapat masalah Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan ancaman suara golongan putih (golput) yang meningkat.

Kita perlu memberikan apresiasi kepada penyelenggara pemilu seperti KPU dan pihak kepolisian di berbagai daerah yang telah bekerja keras mengamankan proses pemilu legislatif dengan baik. Masyarakat juga antusias berbondong-bondong datang ke TPS untuk menyalurkan hak politiknya. Pemilu kali ini dianggap sangat penting dalam melanjutkan transformasi demokrasi Indonesia pasca-Orde Baru karena akan menentukan arah politik baru pascakekuasaan Presiden SBY.

Keputusan pemenang pemilu legislatf memang masih harus menunggu keputusan resmi dari KPU. Tetapi, dari beberapa hasil hitung sementara yang dilakukan beberapa lembaga tercatat tiga besar partai yang memiliki suara terbanyak yaitu PDIP, Partai Golkar, dan Gerindra. Secara kuantitatif, perolehan suara di antara ketiga partai tersebut juga tidak terlalu jauh. Bahkan, belum ada yang signifikan mencapai suara di atas 20 persen.

Catatan yang menarik adalah posisi PDIP dan Gerindra yang mendominasi posisi di berbagai hasil hitung cepat. Ada beberapa alasan yang mendukung hasil ini. Pertama popularitas Jokowi dan Prabowo Subianto yang memberikan pengaruh kepada masyarakat dalam menentukan suara politik. Jokowi dan Prabowo menjadi dua aktor politik yang bertarung ketat menuju kursi presiden. Keduanya memiliki pengaruh dan posisi besar di mata rakyat.

Lonjakan dukungan Jokowi dan Prabowo juga bisa dilihat dari suara pemilih luar negeri yang banyak mendukung PDIP dan Gerindra. Apalagi keduanya sempat bersitegang dengan keputusan Megawati memutuskan Jokowi sebagai capres dari PDIP yang dianggap menelikung Prabowo karena dianggap dikhianati dari Kesepatakan Batutulis.

Kedua, kejenuhan politik publik kepada Partai Demokrat yang menjadi partai penguasa pemenang Pemilu 2009. Selama dua periode kekuasan Presiden SBY dan Partai Demokrat semakin menunjukkan kinerja yang merosot di tengah kondisi partainya yang diterpa kasus korupsi. Kejenuhan politik ini membuat publik untuk mencari saluran politik baru yang mampu membawa warna baru sekaligus perubahan dalam konteks politik Indonesia.

Arah baru?

Posisi tiga besar yang bertengger di berbagai hasil hitung cepat membawa kita pada sebuah pertanyaan, apakah akan menjadi arah baru politik Indonesia selama lima tahun ke depan? Eranya SBY dan Partai Demokrat sudah diyakini akan berakhir. 

Dominasi SBY dan Partai Demokrat di tengah kontestasi politik yang semakin cepat rasanya sudah cukup untuk mencatatkan sejarahnya selama 10 tahun berkuasa.
Melihat posisi tiga besar, rasanya kita akan melihat transformasi kekuasaan dari Partai Demokrat kepada PDIP dan Gerindra. Di beberapa hasil hitung cepat, PDIP memang dijagokan sebagai hasil pemenang pemilu legislatif. Tetapi juga, kita harus tetap menempatkan Gerindra sebagai tandem penting dalam penghitungan cepat tersebut.

PDIP dan Gerindra akan mewarnai postur politik Indonesia selama lima tahun ke depan. Hal tersebut bisa dilihat dalam penguasaan kursi di DPR RI yang akan didominasi kedua partai tersebut.

Di level daerah juga, persebaran kursi anggota DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota akan dikuasai oleh kedua partai tersebut. Kita akan melihat bahwa cetak poli - tik nasional maupun daerah akan berubah pascapemilu legislatif. Di DPR RI, perubahan akan terlihat dalam arah legislasi nasional yang diusung oleh DPR RI.

Peta politik di parlemen akan memiliki dua makna penting yaitu sebagai entitas penting dalam arah koalisi menjelang pilpres karena suara partai pemenang bisa jadi tak ada yang di atas 20 persen. Pilihannya, partai harus melakukan koalisi dengan partai lainnya. Arti penting kedua adalah penguasaan parlemen bisa mendukung kebijakan presiden terpilih hasil pemilu presiden nanti.

Jika hasil resmi KPU tidak jauh berbeda dengan hasil penghitungan cepat, maka wajah parlemen Periode 2014-2019 akan berubah. Berubah dalam struktur kekuasan, struktur wacana, dan tentu saja struktur kebijakan politik akan berubah seiring dengan migrasi kekuasaan dalam tubuh DPR RI. Perubahan ini juga akan dilihat dalam peta kekuasaan DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota.

Membuktikan janji

Apa pun hasilnya dari pemilu legislatif dan siapa pemenangnya, saatnya partai pemenang dan caleg terpilih untuk membuktikan berbagai janji politiknya kepada rakyat yang menjadi pemegang saham terbesar dalam pesta demokrasi. Pesta politik memang belum berakhir hingga perhelatan pemilu presiden nanti tetapi kita sudah melewati satu fase penting dalam hajatan politik lima tahunan. Ini artinya, rakyat harus menagih janji politik dari setiap partai pemenang dan caleg pemilih.

Fase pertama ini harus kita lanjutkan dengan konkretisasi janji-janji politik yang diusung partai dan calegnya. Politik memang selalu disertai dengan janji. Politik tanpa janji ibarat masakan tanpa garam. Janji selalu membuat peta politik semakin seksi dan menggreget.

Konkretisasi fase pertama ini harus dikontrol dengan bukti bahwa setiap caleg terpilih harus merawat betul basis konstituennya. Kedekatan caleg dengan rakyat tidak hanya berlangsung selama musim kampanye. Tetapi, yang paling penting adalah merawat konsistensi pembuktian kepentingan rakyat. Meninggalkan rakyat setelah musim kampanye berlangsung sama saja dengan mencederai saham demokrasi yang dimiliki rakyat.

Demokrasi sejatinya menempatkan kuasa rakyat di atas segalanya. Caleg dan partai politik harus menempatkan rakyat sebagai pemegang kunci kuasa penting dalam proses demokrasi penting. Meninggalkan rakyat juga akan membuat politik kita semakin tak bergairah di kemudian hari. Ini hanya akan menambah deretan angka golput.
Indeks Prestasi
Postur Baru Politik Indonesia 4.5 5 Arjuna Cellular Kamis, 10 April 2014 Postur Baru Politik Indonesia Rakhmat Hidayat  ;    Dosen Jurusan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) REPUBLIKA, 10 April ...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar