Arjuna Web

Tampilkan postingan dengan label Quick Count Pilpres 2014. Tampilkan semua postingan

Home > Posts filed under Quick Count Pilpres 2014

Pilpres Tidak Dipercaya

On Selasa, 22 Juli 2014 Diposting oleh Arjuna Cellular Label: Garin Nugroho, Quick Count Pilpres 2014

<div align="center"> <table border="0" cellpadding="0" class="MsoNormalTable" style="mso-cellspacing: 1.5pt; mso-yfti-tbllook: 1184; width: 636px;"> <tbody><tr style="height: 38.25pt; mso-yfti-firstrow: yes; mso-yfti-irow: 0; mso-yfti-lastrow: yes;">  <td style="height: 38.25pt; padding: .75pt .75pt .75pt .75pt; width: 474.15pt;" valign="top" width="632">  <h1 style="margin-top: 0cm; tab-stops: center 236.3pt left 379.35pt;"><span style="color: windowtext; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 13.0pt;">                                           </span><span style="color: windowtext; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 20.0pt;">Pilpres   Tidak Dipercaya<o:p></o:p></span></h1><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: center;"><span style="font-family: "FranklinGothic-ExtraCond","sans-serif"; font-size: 14.0pt; mso-bidi-font-family: FranklinGothic-ExtraCond;">Garin Nugroho  ;</span>     <i><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 13pt;">Sutradara Film, Kolumnis   “Udar Rasa” Kompas</span></i><i><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 13pt;"><o:p></o:p></span></i></div></td> </tr></tbody></table></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: center;"><b><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">KOMPAS,  20 Juli 2014<o:p></o:p></span></i></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: center;"><b><i><span style="color: #c00000; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"> </span></i></b><b><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">                                               </span></i></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: center;"><br /></div><div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" class="MsoNormalTable" style="border-collapse: collapse; mso-padding-alt: 0cm 0cm 0cm 0cm; mso-yfti-tbllook: 1184;"> <tbody><tr>  <td style="padding: 0cm 2.8pt 0cm 0cm; width: 466.75pt;" valign="top" width="622">  <div style="background: white; line-height: 150%;"><span style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 13pt; line-height: 150%;">Haruslah   dicatat, perhitungan cepat menjadi kisruh serta kehilangan kepercayaan,   karena dalam sejarah 10 tahun ini, banyak lembaga survei merangkap sebagai   konsultan politik hingga tim pemenangan peserta pemilu, baik presiden, kepala   daerah, maupun legislatif.”<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%;"><span style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 13pt; line-height: 150%;"><br /></span></div><div style="background: white; line-height: 150%;"><span style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 13pt; line-height: 150%;">Catatan di   atas disampaikan rekan saya, mantan direktur lembaga survei, yang terpaksa   keluar karena tidak kuat bertahan dengan cara kerja lembaga itu, yang   mengelola survei politik tidak atas dasar etika survei, tetapi rekayasa.<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%;"><span style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 13pt; line-height: 150%;"><br /></span></div><div style="background: white; line-height: 150%;"><span style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 13pt; line-height: 150%;">Catatan di   atas selayaknya mendorong kita semua untuk merenungi kembali proses berbangsa   lewat pemilu, tidak sekadar menang-kalah, tetapi sebagai sebuah perjalanan   peradaban, lebih khusus lagi pemilu sebagai proses pendidikan warga negara   yang terbesar. Oleh karena itu, di bawah ini saya mencoba memberikan beberapa   catatan budaya berkait pemilu.<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%;"><span style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 13pt; line-height: 150%;"><br /></span></div><div style="background: white; line-height: 150%;"><span style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 13pt; line-height: 150%;">Pertama,   pemilu dalam era komoditas. Segala-galanya dikemas, sekaligus dibeli dan   dijual layaknya produk komoditas, baik suara warga, debat calon presiden,   hingga peran institusi pemilu. Dalam bentuk praktisnya tercermin dalam budaya   politik uang.<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%;"><span style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 13pt; line-height: 150%;"><br /></span></div><div style="background: white; line-height: 150%;"><span style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 13pt; line-height: 150%;">Contoh   konkret, pemilu legislatif yang lalu, meski terkumpul data politik uang yang   dianggap paling masif pasca reformasi, pemilu dipuji berjalan lancar dan   terasa tidak cukup panduan keprihatinan dari presiden, DPR, KPU, hingga   institusi pemilu. Bisa diduga, meski meriah, pemilu kehilangan nilai-nilai   peradabannya: kepercayaan, kejujuran, dan nilai proses berbangsa.<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%;"><span style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 13pt; line-height: 150%;"><br /></span></div><div style="background: white; line-height: 150%;"><span style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 13pt; line-height: 150%;">Kedua,   merosotnya kultur kekuatan sipil penjaga obyektivitas, bertumbuh derasnya   aktivis kemenangan kandidat. Tercatat dalam dua pemilu awal pasca reformasi,   dengan cukup tersedianya sistem dana untuk lembaga-lembaga NGO, maka   institusi penjaga pemilu hingga perhitungan cepat dibiayai oleh   lembaga-lembaga publik swadaya masyarakat. Harus dicatat pula, sebagian besar   intelektual hingga aktivis politik-sosial-budaya-agama aktif dalam menjaga   obyektivitas pemilu serta kematangan berbangsa lewat kerja pendidikan warga   negara.<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%;"><span style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 13pt; line-height: 150%;"><br /></span></div><div style="background: white; line-height: 150%;"><span style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 13pt; line-height: 150%;">Seiring   lemahnya sistem dana pada lembaga swadaya masyarakat, terjadilah migrasi   besar-besaran aktivis di berbagai bidang dari kerja pendidikan warga negara   menjadi juru pemenangan kandidat. Kondisi ini melahirkan kecilnya kerja   pemilu sebagai pendidikan warga negara, seluruhnya adalah kerja kampanye   menabuh genderang perang kemenangan. Padahal, belum berpengalamannya warga   mengalami budaya pemilihan langsung dua kandidat sesungguhnya memerlukan   kerja besar pendidikan warga negara, agar tidak lahir dua blok dengan kultur   cinta-benci berlebihan yang membelah kehidupan warga.<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%;"><span style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 13pt; line-height: 150%;"><br /></span></div><div style="background: white; line-height: 150%;"><span style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 13pt; line-height: 150%;">Ketiga,   guncangnya status dan peran elite serta institusi pemilu mendorong guncangnya   kultur pendidikan warga negara. Contoh konkret adalah peran berkait aspek   perspektif lembaga survei seperti terurai di awal tulisan. Guncangnya status   dengan peran institusi dan elite politik melahirkan beragam paradoks dalam   proses pemilu: paradoks pemilu mencari pemimpin mulia, tetapi dipenuhi dengan   pemilu politik uang serta manipulasi, paradoks antara pemilu sebagai   komunikasi publik dengan komunikasi komoditas, antara impian prinsip ideologi   warga dengan elite pragmatis tanpa ideologi.<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%;"><span style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 13pt; line-height: 150%;"><br /></span></div><div style="background: white; line-height: 150%;"><span style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 13pt; line-height: 150%;">Keempat, era   paradoks bisnis media. Inilah pemilu abad komoditas yang didukung oleh bisnis   teknokapitalis dari televisi hingga media sosial. Setiap suara serta kerja   partisipasi adalah komoditas yang tidak saja menghidupi serta memenangkan   kandidat, tetapi juga menghidupkan korporasi teknokapitalis dari bisnis   industri televisi hingga media sosial. Di sisi lain, kebebasan melahirkan   wajah dua pemilih, yakni partisipasi disertai kreativitas luar biasa, di sisi   lain kebebasan tanpa etika yang melahirkan kampanye hitam serta klarifikasi   balik dengan cara tanpa etika, baik dalam kata maupun tindakan.<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%;"><span style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 13pt; line-height: 150%;"><br /></span></div><div style="background: white; line-height: 150%;"><span style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 13pt; line-height: 150%;">Oleh karena   itu, di era bisnis media, penyelenggara pemilu harus hati-hati untuk tak   terjebak dalam lomba menarik perhatian warga lewat kompetisi stasiun televisi.   Di beberapa negara, bahkan seperti Amerika Serikat, debat presiden dilakukan   oleh televisi publik, yakni PBS, tanpa iklan, tanpa eksplorasi pendukung di   studio. </span></div><div style="background: white; line-height: 150%;"><span style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 13pt; line-height: 150%;"><br /></span></div><div style="background: white; line-height: 150%;"><span style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 13pt; line-height: 150%;">Pada akhirnya, kerja sama KPU dengan stasiun televisi swasta yang   bertabur iklan serta kemasan, menjadikan terjebak dalam lomba menarik   perhatian antarstasiun televisi, sangatlah sulit melakukan pengawasan dan   penghukuman terhadap stasiun televisi yang melakukan pelanggaran sekaligus   bertentangan dengan filosofi komunikasi nilai publik.<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%;"><span style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 13pt; line-height: 150%;"><br /></span></div><div style="background: white; line-height: 150%;"><span style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: 13pt; line-height: 150%;">Catatan di   atas menunjukkan, kekisruhan, keterbelahan, dan ketidakpercayaan warga   berkait dua blok perhitungan cepat adalah akumulasi pergeseran status dan   peran institusi pemilu di era komoditas dan bisnis media dan hilangnya peran   pendidikan warga negara. Demokrasi kehilangan peradabannya, yang terpenting   hanya prosedur, kemasan riuh rendah, dan hasil akhir. </span><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">●</span></div></td></tr></tbody></table>

Pilpres Tidak Dipercaya Garin Nugroho ; Sutradara Film, Kolumnis “Udar Rasa” Komp...

Baca selengkapnya »

Uji Kredibilitas Lembaga Survei

On Jumat, 18 Juli 2014 Diposting oleh Arjuna Cellular Label: Marwan Mas, Quick Count Pilpres 2014

<div align="center"> <table border="0" cellpadding="0" class="MsoNormalTable" style="mso-cellspacing: 1.5pt; mso-yfti-tbllook: 1184; width: 636px;"> <tbody><tr style="height: 38.25pt; mso-yfti-firstrow: yes; mso-yfti-irow: 0; mso-yfti-lastrow: yes;">  <td style="height: 38.25pt; padding: .75pt .75pt .75pt .75pt; width: 474.15pt;" valign="top" width="632">  <h1 style="margin-top: 0cm; tab-stops: center 236.3pt left 379.35pt;"><span style="color: windowtext; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 13.0pt;">                               </span><span style="color: windowtext; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 20.0pt;">Uji   Kredibilitas Lembaga Survei<o:p></o:p></span></h1><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: center;"><span style="font-family: "FranklinGothic-ExtraCond","sans-serif"; font-size: 14.0pt; mso-bidi-font-family: FranklinGothic-ExtraCond;">Marwan Mas  ;</span>    <span style="font-size: 12.0pt;"> </span><i><span style="background: white; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 13pt;">Guru Besar Ilmu Hukum Universitas 45, Makassar </span></i><i><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 13pt;"><o:p></o:p></span></i></div></td> </tr></tbody></table></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: center;"><b><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">SINAR HARAPAN,  17 Juli 2014<o:p></o:p></span></i></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: center;"><b><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">                                                </span></i></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: center;"><br /></div><div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" class="MsoNormalTable" style="border-collapse: collapse; mso-padding-alt: 0cm 0cm 0cm 0cm; mso-yfti-tbllook: 1184;"> <tbody><tr>  <td style="padding: 0cm 2.8pt 0cm 0cm; width: 466.75pt;" valign="top" width="622">  <div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">Rakyat   sudah memilih calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) pada   9 Juli 2014. Pemilihan presiden (Pilpres) kali ini mesti menghasilkan sosok   presiden yang jauh lebih baik dari sebelumnya, bukan hanya baik dari aspek   rekam jejak, melainkan juga baik dalam hal pemilihan alias tidak diraih   karena kecurangan. Karena itu, aneh jika hasil hitung cepat atau <i>quick count</i> (QC) oleh lembaga survei   tentang hasil pilpres menjadi berbeda. <o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">Ada   empat lembaga survei yang menampilkan hasil berbeda dengan delapan lembaga   lainnya. Secara sederhana, bisa dinilai ada problem yang menyebabkan hasilnya   berbeda, yakni ada lembaga survei yang salah metodologinya, memanipulasi   data, atau malah berbohong. Jika hasil QC berbeda lantaran kesalahan   metodologi, dalam tradisi ilmiah bisa dimaklumi sehingga bisa diperbaiki.<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">Namun,   yang celaka dan tidak mungkin diampuni jika metodologi sengaja dibuat keliru   atau sengaja berbohong. Sebagai contoh, sengaja mengambil sampel lebih banyak   di basis kekuatan capres tertentu dengan maksud hasil QC memenangkan capres   yang memberi imbalan besar. <o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">Lebih   celaka lagi jika hasil QC yang ditampilkan ke publik adalah yang tidak betul   karena dibayar. Padahal, hasil hitung cepat yang sesungguhnya betul sesuai   kaidah ilmiah disembunyikan. Inilah yang disebut pelacuran ilmiah atau   kebohongan ilmiah yang tidak punya tempat dalam alam demokrasi.<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><b><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">Rujukan Terpercaya<o:p></o:p></span></b></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">Hitung   cepat dalam alam demokrasi menjadi rujukan terpercaya oleh rakyat setelah   mencoblos di tempat pemungutan suara (TPS). <o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">Mengetahui   hasil QC, meskipun Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum merekapitulasi manual (<i>real count</i>), setidaknya memberikan   prediksi atau gambaran awal tentang siapa pemenang pemilu. Tujuannya,   menenangkan rakyat dari kegelisahan menanti hasil penghitungan suara yang   waktunya cukup renggang setelah pencoblosan, padahal mereka ingin mengetahui   hasilnya dengan cepat.<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">Lebih   dari itu, QC dapat berfungsi sebagai instrumen konfirmasi dan alat kontrol   bagi penyelenggara, dari kemungkinan adanya kecurangan dalam perjalanan rekap   suara dari TPS, PPS, PPK, sampai KPU. QC adalah kerja ilmiah yang dipercaya   hasilnya sepanjang teknik penentuan dan pengambilan sampel, jumlah sampel,   keterwakilan areal populasi, integritas pengumpul dan pengolah data, serta   tidak punya tendensi. <o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">Berkaca   hasil QC pemilihan kepala daerah (pilkada) selama ini, hampir semuanya betul   dengan hasil KPU, meski tidak persis sama angkanya dengan <i>margin error</i> (garis merah) antara 1-2   persen, dengan sampel minimal 2.000 TPS.<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">Sebenarnya,   QC tidak akan menjadi perdebatan dan pembohongan terhadap publik jika   sekiranya dikembalikan ke poisinya, sebagai alat kontrol dari kemungkinan   terjadi kecurangan. Metode QC dilakukan di berbagai negara demokrasi.   Indonesia mulai menggunakan QC pada Pilpres 2004.<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;"> Hasilnya persis sama dengan rekapitulasi KPU   yang memenangkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Jusuf Kalla (JK). QC   digunakan di pilkada dan hasilnya selalu sama dengan rekap KPU yang dilakukan   lembaga survei terpercaya dan menggunakan metode yang benar.<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">Dalam   tataran ilmiah, QC merupakan pertaruhan dalam demokrasi. Jika lembaga survei   yang melakukan QC ternyata hasilnya berbeda, tentu tidak benar salah satunya,   membohongi rakyat. <o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">Wajar   jika Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) mencurigai hasil   hitung cepat yang berbeda itu dan akan menindak lembaga survei yang melakukan   penyimpangan metode jika melanggar kode etik. <o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">Ada   empat lembaga survei yang memenangkan Prabowo-Hatta, yaitu Pusat Kajian   Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis), Indonesia Research Center   (IRC), Lembaga Survei Nasional (LSN), dan Jaringan Suara Indonesia (JSI),   dengan keunggulan antara 0,58 persen sampai 4,10 persen. <o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">Sementara   itu, ada delapan lembaga survei yang hasil QC-nya mengunggulkan Jokowi-JK.   Kedelapan lembaga survei itu, antara lain LSI (Lembaga Survei Indonesia),   SMRS (Saiful Mujani Research and Consulting), CSIS-Cyrus, Indikator Politik   Indonesia (IPI), Populi Center, Litbang Kompas, dan RRI. Begitu pula   Poltracking juga memenangkan Jokowi-JK. Hasil hitung cepat kesembilan lembaga   survei itu memenangkan Jokowi-JK dengan keunggulan 3,80-6,72 persen. <o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">Perbedaan   semestinya tidak terjadi jika menggunakan metode ilmiah yang benar. Ini   karena yang didata adalah fakta dari hasil penghitungan suara di TPS. Hal ini   menjadi pertaruhan kredibilitas lembaga survei sebab seharusnya hasilnya sama   tentang siapa pemenangnya. <o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">Oleh   karena itu, rakyat gamang menyaksikan perbedaan tersebut. Tetapi rakyat juga   sadar, kepastian pemenangnya ada saat KPU mengumumkan hasil rekapitulasi   suara manual. Berkaca hasil QC lembaga survei terpercaya dan kredibel selama   ini, hasilnya selalu sama dengan hasil hitungan KPU.<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><b><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">Jaga Kebinekaan<o:p></o:p></span></b></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">Tidak   bijaksana mencontohkan sikap yang jauh dari negarawan, yang hanya mau menang,   tetapi tidak siap kalah dengan menggalang opini publik yang tidak sesuai   fakta suara rakyat. Itu termasuk sikap dan pernyataan elite politik yang   mendukung pasangan capres, agar tidak memicu perdebatan di ruang publik. <o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">Gestur   dan sikap para elite akan senanatiasa dijadikan panutan oleh para   pengikutnya. Saat elitenya bergembira, para pendukung ikut gembira. Begitu   pula sebaliknya yang bisa sedih.<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">Menjaga   harmoni kebinekaan merupakan keniscayaan bagi kelangsungan hidup negeri ini.   Kesiapan menerima kemenangan atau kekalahan, sekalipun dalam sebuah   kontestasi politik, adalah bagian sikap negarawan sejati. <o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">Jangan   hanya mahir dipidatokan saat berkampanye atau saat debat capres, sikap   negarawan harus memancar dalam perilaku saat menerima hasil penghitungan   suara KPU pada 22 Juli 2014, termasuk hasil QC yang menimbulkan hasil   berbeda. <o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">Kita   dukung audit dan investigasi yang dilakukan Persepi untuk mencari siapa yang   keliru terhadap dua kubu lembaga survei itu. Para pemimpin lembaga survei   harus sadar dan tidak menjual kredibilitasnya hanya karena kepentingan uang.   Jika kemudian terbukti hasil QC-nya salah, dimanipulasi, dan berbeda dengan   rekapitulasi KPU, bersiaplah menerima sanksi dikucilkan dan tidak laku lagi   pada pemilu berikutnya. ●</span></div></td></tr></tbody></table>

Uji Kredibilitas Lembaga Survei Marwan Mas ; Guru Besar Ilmu Hukum Universitas 45, Makassar S...

Baca selengkapnya »

Pagar Api Lembaga Survei

Diposting oleh Arjuna Cellular Label: Agus Sudibyo, Quick Count Pilpres 2014

Pagar Api Lembaga Survei Agus Sudibyo ; Direktur Eksekutif Matriks Indonesia KORAN TE...

Baca selengkapnya »

Bijaksana Menyikapi Quick Count

On Kamis, 17 Juli 2014 Diposting oleh Arjuna Cellular Label: Harianto, Quick Count Pilpres 2014

<div align="center"> <table border="0" cellpadding="0" class="MsoNormalTable" style="mso-cellspacing: 1.5pt; mso-yfti-tbllook: 1184; width: 636px;"> <tbody><tr style="height: 38.25pt; mso-yfti-firstrow: yes; mso-yfti-irow: 0; mso-yfti-lastrow: yes;">  <td style="height: 38.25pt; padding: .75pt .75pt .75pt .75pt; width: 474.15pt;" valign="top" width="632">  <h1 align="center" style="margin-top: 0cm; tab-stops: center 236.3pt left 379.35pt; text-align: center;"><span style="color: windowtext; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 20.0pt;">Bijaksana   Menyikapi Quick Count <o:p></o:p></span></h1><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: center;"><span style="font-family: "FranklinGothic-ExtraCond","sans-serif"; font-size: 14.0pt; mso-bidi-font-family: FranklinGothic-ExtraCond;">Harianto  ;</span>    <span style="font-size: 12.0pt;"> </span><i><span style="background: white; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 13pt;">Staf Khusus Presiden Bidang Pangan dan Energi</span></i><i><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 13pt;"><o:p></o:p></span></i></div></td> </tr></tbody></table></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: center;"><b><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">REPUBLIKA,  15 Juli 2014<o:p></o:p></span></i></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: center;"><b><i><span style="color: #c00000; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"> </span></i></b><b><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">                                               </span></i></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: center;"><br /></div><div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" class="MsoNormalTable" style="border-collapse: collapse; mso-padding-alt: 0cm 0cm 0cm 0cm; mso-yfti-tbllook: 1184;"> <tbody><tr>  <td style="padding: 0cm 2.8pt 0cm 0cm; width: 466.75pt;" valign="top" width="622">  <div style="background: white; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">Seorang ibu hendak membeli   beras. Di hadapannya ada beberapa kotak dengan gundukan beras. Ada selembar   karton dengan tulisan harga di depan masing-masing kotak. Harga yang tercantum   berbeda di setiap kotak. Di samping tulisan harga, ada karton bertuliskan   jenis atau varietas beras. Si ibu meraup beras dari salah satu kotak, dan   mengamati butir-butir beras di tangannya. Dia mencium beras itu. Proses yang   sama dia lakukan di kotak beras lainnya. Setelah itu, si ibu memutuskan   membeli tiga kilogram beras dari salah satu kotak yang bertu lis kan pandan   wangi cianjur.<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div><div style="background: white; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">Apa yang dilakukan ibu   tersebut saat meraup beras di tangan dan mengamatinya, adalah satu tindakan   yang bisa dikategorikan sebagai <i>quick   count</i>. Melalui contoh beras yang diambil, ibu itu dapat menarik   kesimpulan kualitas beras. Prediksi atau perkiraan tentang kualitas beras di   setiap kotak didasarkan indikator-indikator yang dapat dia amati di sampel   beras di tangannya. Ibu itu secara cepat dapat melihat apakah beras yang ada   di tangannya: (a) berbulir panjang atau pendek; (b) apakah ada kotoran yang   berupa kerikil, kulit beras, debu atau lainnya; (c) berapa banyak beras yang   patah; dan (d) adakah bercak-bercak putih seperti kapur. Dengan mencium aroma   beras di tangannya, ibu ini bisa menduga apakah beras masih relatif baru atau   sudah cukup lama disimpan, dan apakah beras beraroma atau tidak.<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div><div style="background: white; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">Hasil pengamatan ibu itu,   berdasarkan segenggam beras di tangan, dapat secara akurat menggambarkan   kualitas seluruh beras di kotak, dengan syarat seluruh isi kotak tercampur   dengan baik (homogen). Kesimpulan ibu tersebut bisa salah jika kerikil atau   kotoran cenderung mengelompok di bagian tertentu dalam kotak. Namun, ibu ini   mengetahui bahwa penjual mengambil beras di bagian atas untuk ditimbang dan   diserahkan ke pembeli, sehingga tidak perlu khawatir tentang kualitas beras di   tumpukan bawah.<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div><div style="background: white; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">Besar kecilnya jumlah   sampel tidak bisa dijadikan satu-satunya indikator akurasi suatu survei.   Sampel yang diambil hendaknya mewakili keragaman yang ada. Contoh   sederhananya, untuk mengetahui apakah sebuah botol berisi kecap asin atau kecap   manis, kita cukup ambil sampel setetes kecap dan mengecapnya. Tidak perlu   ambil sampel satu sendok atau satu gelas kecap. Kita bisa lakukan pengambilan   sampel seper ti itu karena tahu bahwa isi botol itu sepenuhnya homogen.<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%;"><i><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></i></div><div style="background: white; line-height: 150%;"><i><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">Quick   count</span></i><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;"> yang akurat secara sederhana dapat diilustrasikan   seumpama kualitas printer. Dulu kita mengenal printer Dot Matrix dengan   kerapatan titik-titik per inci kuadrat yang berbeda-beda. Titik-titik   tersebut bisa diumpamakan sampel dalam survei. Meskipun printer memiliki   kerapatan titik-titik yang rendah, saat mencetak gambar wajah seseorang kita   tetap bisa mengenali siapa orang yang gambarnya dicetak. Memang wajah orang   tersebut lebih buram jika dibandingkan dengan hasil cetak printer dengan   kerapatan titik-titik lebih tinggi, namun hasilnya tetap merupakan wajah yang   kita kenal. <o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div><div style="background: white; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">Hasil <i>quick count</i> bisa tidak akurat mengambarkan hasil pilpres yang   sebenarnya jika dalam desain pemilihan sampel, metode pengumpulan data, sam   pai pada pelaksanaannya tidak dilaku kan dengan tepat dan benar. Hasil <i>quick count</i> hanyalah prediksi atau   dugaan terhadap hasil penghitungan riil yang lengkap.<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div><div style="background: white; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">Sebagaimana prediksi, maka   bisa tepat dan bisa meleset. <i>Quick count</i>  dilakukan karena kita tidak sabar menunggu hasil penghitungan selesai   seluruhnya, dan semoga bukan karena tidak percaya terhadap hasil penghitungan   KPU. Harga yang harus dibayar untuk ketidak-sabaran tersebut adalah risiko   adanya perbedaan hasil antara <i>quick   count</i> dengan penghitungan riil yang lengkap. <o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div><div style="background: white; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">Kredibilitas lembaga survei   di Indonesia mulai diragukan saat berbagai hasil survei sebelum pemilu   legislatif (pileg), berbeda jauh dengan hasil riil setelah pileg.   Perbedaannya bahkan ada yang jauh di luar derajat akurasi yang dinyatakan   lembaga survei bersangkutan. Berbagai dalih dan alasan dikemukakan mengapa   terjadi ketidakakuratan tersebut, yang pada dasarnya semuanya semakin   memperkuat bahwa hasil survei memang bisa tidak akurat. Survei yang dilakukan   dengan tepat dan benar seharusnya memiliki daya prediksi akurat.<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div><div style="background: white; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">Namun, jika survei   dimaksudkan juga untuk pembentukan opini tertentu, maka hasil survei tersebut   akan sulit dipercaya akurasinya.<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div><div style="background: white; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">Dengan hasil <i>quick count</i> pilpres yang berbeda-beda,   adalah bijaksana arahan presiden agar semua orang menunggu hasil perhitungan KPU.   Juga sikap yang tepat jika KPU menyatakan tidak terpengaruh dan bahkan harus   mengabaikan seluruh hasil <i>quick count</i>  lembaga survei. Dengan perbedaan suara hasil <i>quick count</i> yang begitu tipis, secara statistik, maka berisiko   tinggi mengandalkan hasil <i>quick count</i>  yang berbeda-beda itu sebagai acuan hasil akhir.<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div><div style="background: white; line-height: 150%;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">Penghitungan riil oleh KPU   yang akuntabel, akurat, dan melibatkan kedua pihak, seperti saran presiden, merupakan   cara terbaik untuk memastikan hasil akhir pilpres yang benar-benar sama   dengan suara rakyat Indonesia. ●</span></div></td></tr></tbody></table>

Bijaksana Menyikapi Quick Count Harianto ; Staf Khusus Presiden Bidang Pangan dan Energi REPUBLIKA, 15 Juli 2014 ...

Baca selengkapnya »

It’s the sample

Diposting oleh Arjuna Cellular Label: Quick Count Pilpres 2014, Ziad Salim

<div align="center"> <table border="0" cellpadding="0" class="MsoNormalTable" style="mso-cellspacing: 1.5pt; mso-yfti-tbllook: 1184; width: 636px;"> <tbody><tr style="height: 38.25pt; mso-yfti-firstrow: yes; mso-yfti-irow: 0; mso-yfti-lastrow: yes;">  <td style="height: 38.25pt; padding: .75pt .75pt .75pt .75pt; width: 474.15pt;" valign="top" width="632">  <h1 align="center" style="margin-top: 0cm; tab-stops: center 236.3pt left 379.35pt; text-align: center;"><span style="color: windowtext; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 20.0pt;">It’s   the sample <o:p></o:p></span></h1><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: center;"><span style="font-family: "FranklinGothic-ExtraCond","sans-serif"; font-size: 14.0pt; mso-bidi-font-family: FranklinGothic-ExtraCond;">Ziad Salim  ;</span>    <span style="font-size: 12.0pt;"> </span><i><span style="background: white; font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 13pt;">A retired international civil servant</span></i><i><span style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 13pt;"><o:p></o:p></span></i></div></td> </tr></tbody></table></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: center;"><b><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">JAKARTA POST,  15 Juli 2014<o:p></o:p></span></i></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: center;"><b><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">                                                </span></i></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: center;"><br /></div><div class="MsoNormal" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" class="MsoNormalTable" style="border-collapse: collapse; mso-padding-alt: 0cm 0cm 0cm 0cm; mso-yfti-tbllook: 1184;"> <tbody><tr>  <td style="padding: 0cm 2.8pt 0cm 0cm; width: 466.75pt;" valign="top" width="622">  <div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">In   a previous article published in this newspaper (“Samples and souls: hazards   of election prediction in Indonesia”, April 24), the difference between   surveys and quick counts and the often less than accurate results of the   former were clarified. <o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">Surveys   use hypothetical voters in their samples while quick counts use real voters,   hence, the latter are more accurate. <o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">But   now we have a case where even the quick counts are disagreeing with one   another. <o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">First,   the culprit is not in the methodology or statistics; they all use the same   and correct methodology and statistical techniques. <o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">If   the results are all the same (or moving in one direction), the difference in   percentage points obtained can be gleaned from the margin of error and/or   confidence level. <o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">If   the differences are very low (say 50 percent for one against 48 percent for   the other with plus 2 percent margin of error), it simply means no valid   inferences can be drawn, that is all. <o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">But   if the results are topsy-turvy like they are now (where half of the survey   results pointed to pair Number 1 and the rest to pair Number 2), then the   culprit is always in the samples where they can be biased,   under-representative or even unrepresentative and this can happen as the   result of sample manipulation. Samples can be manipulated not only in many   ways but very easily too.<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">At   the extreme end, a geek with a laptop in a room by himself can come up with a   survey result all based on data mined in his own head. <o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">And   a real example of this showed up a few weeks ago where one clever person   actually cut and pasted the survey results of the previous Barack Obama and   John McCain campaigns in the US and tacked it on to CNN website, with many   lapping it all up. Even though the hoax was eventually discovered, the damage   had been done.  <o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">If   the person wants to make his data a little bit more legitimate, he can   collect a few, real pieces of data from outside. <o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">If   he collects too little (say, less than 1,000), his sample will be   under-representative or too small relative to the population. <o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">But   all the quick counts collected huge data for this election (between 2,000 to   8,000), which means the divergent result did not come from sample size. <o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">So,   where did the divergence come from? First, it is ironic that the survey   outfits were split between what have been described as “generally credible”   and those suspected of leaning toward one candidate whose supporters have   been accused of doing some “black” campaigns where they would do anything to   win. <o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">So,   what would stop them from manipulating their data, where it is almost   impossible to tell which data is legitimate and which is not? <o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">As   stated above, the extreme form of data manipulation is where it is cooked up   in one room (the data is fictitious, but in a country where 600,000   “fictitious cows” could be imported from Australia, coming up with 2,000   “fictitious voters” would not be hard). <o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">Second,   they are collected from electoral districts known to be populated by voters   supportive of one group (so that, if you collect most of your data from West   Java, the stronghold of pair Number 1, you are bound to come up with pair   Number 1 as the winner, due to a biased sample). <o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">If   you want to be more subtle and your data manipulation a little less   detectable, you will collect your data from some remote areas too (say, in   Papua) but only from locations where you know there are a lot of supporters   of pair Number 1 (and this is easy to ascertain from the work of party   members, field observers and election officials who can easily be paid if not   bought). <o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">The   above possibilities explain why it is so easy to do a biased survey and to   tailor-make the results as preordered by somebody. <o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">The   claim by some leaders of bogus survey outfits that payment by the subject   ordering the survey does not influence the result is an outright lie or a   form of public deception. <o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">Even   if you bare all your data (as one of the challenges made by one head of the   suspected survey group), no one will be able to find any irregularity in your   data especially if the field reports were sent to the survey centers using   electronic means such as text messages via cell phones and the like, all   unreliable and subject to manipulation.<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">It   is strange, during the legislative election last April, when there was no   national polarity or polarization in the choice of candidates or parties, all   survey results had all their ducks in a row. <o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">So   the explanation for the divergent results in the recent presidential election   (with only two and two polar opposite candidates running where one pair are   determined to win by hook or crook), it is not that difficult to believe that   the survey groups too had taken sides and data manipulation was the route   they took, not so much to convince the public who won the election, but to   create uncertainty, doubts and muddy the waters where they can hope to do   their dirty fishing. <o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">In   the end, while the presence of survey institutes is legitimate in supporting   democracy by providing early results so the powers that be can no longer   manipulate elections, this time, sadly, some of them have entered the fray to   subvert the process. <o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><br /></div><div style="background: white; line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 13.0pt; line-height: 150%;">The   problem is not that the people were split in the middle and could not or did   not make up their minds cleanly about who to support in this election, but   that the survey groups themselves have split in two, one actively taking   sides, manipulating their samples, hiding behind the scientific statistical   approach and taking advantage of democracy to subvert democracy itself, while   assuming we are all stupid when in fact it is their samples that are stupid. ●</span></div></td></tr></tbody></table>

It’s the sample Ziad Salim ; A retired international civil servant JAKARTA POST, 15 Juli 2014 ...

Baca selengkapnya »