Prioritas Presiden Terpilih

 On Senin, 11 Agustus 2014  

Prioritas Presiden Terpilih

Benny Susetyo  ;   Budayawan
SINAR HARAPAN, 11 Agustus 2014
                                                
                                                                                                                                   

Prioritas untuk presiden terpilih, Joko Widodo, dan pemerintahnya harus menangani isu intoleransi agama yang meningkat di Tanah Air. Intoleransi agama telah menjadi perhatian nasional. Agama-agama minoritas telah menunjukkan harapan mereka kepada presiden terpilih Joko Widodo atau yang lebih dikenal sebagai Jokowi.

Menurut hasil penghitungan resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jokowi meraih 53,15 persen suara, sementara Prabowo Subianto memperoleh 46,85 persen. Prabowo Subianto telah menantang hasil pemilu dan menyelesaikannya melalui jalur hukum untuk meninjau kembali hasil tersebut. Dalam pidato kemenangannya, Jokowi telah menyerukan rekonsiliasi nasional, persatuan bangsa melalui “salam tiga jari”.

Jokowi, ketika menjadi Gubernur DKI Jakarta, telah terbuka membela kebebasan beragama dan kebinekaan. Dalam kampanye pemilihan presiden (pilpres), ia berjanji menjalankan konstitusi, melindungi kebebasan beragama.
Intoleransi dan kekerasan agama masih menjadi masalah serius di Tanah Air. Christian Solidarity Worldwide (CSW) melaporkan, dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi peningkatan pelanggaran, diskriminasi, dan kekerasan terhadap umat Kristen, Ahmadiyah dan Syiah, serta aliran kepercayaan.

Lembaga swadaya masyarakat (LSM) internasional itu baru-baru ini menerbitkan sebuah laporan berjudul Indonesia: Pluralisme dalam Bahaya, Munculnya Intoleransi Agama, yang menyediakan analisis rinci dari pelanggaran kebebasan beragama atau berkeyakinan yang meningkat. Dalam laporan itu juga diusulkan 25 rekomendasi kepada pemerintah Indonesia.

Mervyn Thomas, Direktur CSW, meminta presiden terpilih untuk melindungi dan mempromosikan kebebasan beragama di Indonesia, menempatkannya sebagai prioritas bagi pemerintahan baru. CSW mendesak pemerintah mengambil langkah-langkah guna menghentikan intoleransi beragama.

“Kami berharap pemerintah berkomitmen menegakkan konstitusi terkait kebebasan beragama, misalnya, dengan menghilangkan indentitas agama dalam KTP, merevisi undang-undang yang diskriminatif dan tidak adil, serta menegakkan putusan yang dikeluarkan pengadilan. Kami berharap Jokowi bisa membawa era baru dalam kebebasan agama, perdamaian, dan stabilitas di Indonesia. Ke depan, diharapkan presiden mampu memberikan harapan baru bagi bangsa ini karena menemukan pemimpin yang baru” tuturnya.
Sekalipun kompetisi dalam demokrasi acap diwarnai perseteruan, kampanye hitam, atau saling menjelek-jelekkan dan saling serang, sudah sepatutnya saat pemimpin sudah sah terpilih, keadaan dikembalikan normal kembali.

Semua pihak dan kelompok yang berkompetisi harus kembali ke posisinya sebagai anak bangsa, tanpa pandang suku bangsa dan kelompok. Itulah keadaan ideal yang diharapkan dalam berdemokrasi.

Faktanya tidak selalu seperti itu sebab di negeri kita, budaya kompetisi didasari bukan semata-mata semangat demokrasi, melainkan semangat berkuasa. Akibatnya, kompetisi diisi budaya untuk saling menyerang, mencari sisi lemah lawan, atau kampanye hitam. Semua itu memunculkan hilangnya kemampuan menghargai jiwa demokrasi sebagai sesuatu yang luhur.

Hal yang diketahui, mereka yang kalah hilang kebanggaannya sebagai anak bangsa. Sementara itu, menjadi oposisi kerap dianggap kurang terhormat dibandingkan yang berkuasa.

Disadari atau tidak, hal-hal seperti inilah yangmemperlambat perjalanan demokrasi Indonesia ke arah lebih baik. Demokrasi pun mudah dikelabui. Antara apa yang dijanjikan dan yang dilaksanakan jauh panggang dari api. Antara tindakan dan ucapan tidak terdapat keselarasan.

Semakin kuat hal-hal seperti ini hidup di bumi pertiwi, semakin kuat pula rakyat melihat demokrasi Indonesia sebagai sesuatu yang absurd. Legitimasi yang dihasilkan tidak banyak bermanfaat buat perubahan nasib rakyat. Demokrasi menjadi sebuah formalitas semu yang tidak bermakna.

Akibatnya, rakyat melihat semua itu tidak lebih dari tipu daya. Ini salah satu persoalan terbesar Indonesia pada masa kini. Tanpa sadar, kita semua ambil bagian dalam melestarikannya.

Atas semua persoalan yang dikemukakan di atas, seorang pemimpin nasional seharusnya berpedoman kepada prinsip pandangan mata burung (bird eye view), bukan pandangan mata kuda. Pemimpin yang menganut pandangan mata burung sebagaimana burung terbang yang mampu melihat ke seluruh sisi di bawahnya, akan melihat rakyat Indonesia tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras, antargolongan, gender, kelompok politik, dan kelas mana dia berasal.

Pemimpin yang bertipe seperti ini akan memprioritaskan yang terpenting buat rakyat, bukan bagi kepentingan golongannya. Wawasan pemimpin demikian akan sangat luas, berjangka panjang, dan menghindari pementingan kebijakan buat segolongan kecil kelompok dengan cara merugikan segolongan besar kelompok, sebagaimana sering terjadi pada masa lalu dan masih berlangsung hingga kini. Memimpin dengan teladan rakyat berharap visi perubahan dan perbaikan yang disampaikan pada janji semasa kampanye kemarin direalisasikan sungguh-sungguh.

Rakyat mengharapkan perubahan mendasar, yakni sebuah paradigma baru bahwa presiden bukan lagi penguasa, melainkan pelayan rakyat. Sang pemimpin dikontrak selama lima tahun untuk menjalankan agenda utama, mengurangi secara signifikan angka korupsi yang begitu besar di tubuh bangsa ini. Korupsi sudah merusak sistem pemerintahan dan sendi-sendi kebangsaan. Sudah waktunya rakyat Indonesia mendukung agenda pemimpin mewujudkan cita-cita kebangsaan selama ini.

Pemimpin mempertegas kembali, negara melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman kepada seluruh warga negara, termasuk menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) pada masa lalu. Pemimpin menjadi teladan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, profesional, demokratis, terpercaya, serta menuntaskan kasus korupsi tanpa pandang bulu.

Selain itu, pemimpin berkewajiban mereformasi sistem dan menegakkan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya. Ia harus mampu meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga keselamatan juga keberlanjutan lingkungan hidup.

Agenda penting lainnya adalah meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional, serta mewujudkan kemandirian ekonomi bangsa. Kita menyadari, masalah mendasar dewasa ini adalah upaya memperbaiki kualitas hidup masyarakat yang semakin hari semakin menurun. Kemiskinan, pengangguran, dan perbaikan kualitas pendidikan adalah agenda paling besar dan mendesak untuk segera dicarikan jalan keluar yang benar-benar cermat, dengan kebijakan yang sepenuhnya berpihak kepada rakyat kecil.

Kemiskinan dan pengangguran merupakan isu paling laris. Karena itu, sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi untuk pembangunan bangsa. Bangsa kita memang membutuhkan figur pemimpin nasional yang kuat, tegar, demokratis, dan yang pasti tidak suka mengeluh dalam upaya mengeluarkan rakyatnya dari krisis berkepanjangan.

Kepada pemimpin baru, semua agenda kebangsaan disematkan agar bisa dijalankan dalam berbagai program yang membawa Indonesia sebagai bangsa besar yang berdaulat. Selamat kepada pemimpin baru. Rakyat menunggu perubahan ke arah lebih baik, yang bisa digerakkan melalui teladan; teladan untuk membawa Indonesia sebagai bangsa berdaulat, bermartabat, dan terhormat. Agenda mendesak mendapatkan perhatian serta kehendak yang kuat dalam pelaksanaannya.
Indeks Prestasi
Prioritas Presiden Terpilih 4.5 5 Arjuna Cellular Senin, 11 Agustus 2014 Prioritas Presiden Terpilih Benny Susetyo  ;    Budayawan SINAR HARAPAN, 11 Agustus 2014                                         ...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar