Mengawal DemokrasiJanedjri M Gaffar ; Alumnus Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Semarang |
KORAN SINDO, 06 Agustus 2014
Rabu, 6 Agustus 2014 ini, Mahkamah Konstitusi (MK) mulai melaksanakan salah satu kewenangan konstitusionalnya yakni memeriksa, mengadili, dan memutus perkara perselisihan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2014. Pelaksanaan kewenangan konstitusional MK ini sangat penting bagi kematangan demokrasi dan keberlanjutan kehidupan berbangsa dan bernegara. Kewenangan MK memeriksa, mengadili, dan memutus perkara perselisihan hasil pilpres merupakan kewenangan konstitusional yang diberikan oleh UUD 1945. Jika ditarik lebih jauh, kewenangan ini bersumber dari dua prinsip dasar negara demokrasi berdasarkan hukum dan negara hukum yang demokratis. Salah satu ciri negara demokrasi berdasarkan hukum adalah supremasi konstitusi. Konstitusi menjadi hukum tertinggi karena merupakan bentuk perjanjian sosial yang dibuat seluruh rakyat. Konsekuensinya, seluruh materi muatan konstitusi menjadi hukum tertinggi yang harus dijalankan secara konsisten dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu mekanisme demokrasi yang menjadi materi muatan konstitusi adalah penyelenggaraan pemilu untuk memilih presiden dan wakil presiden, yang harus dijalankan secara luber dan jurdil sebagai manifestasi kedaulatan rakyat. Untuk menjamin pelaksanaan konstitusi, secara teoritis diperlukan ada peradilan konstitusi, yang dalam konteks Indonesia dibentuk sebuah lembaga negara yaitu MK. Karena itu, fungsi MK adalah mengawal konstitusi yaitu menjamin agar ketentuan konstitusi dijalankan secara konsisten dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam kaitan ini MK juga sekaligus berfungsi mengawal demokrasi yang salah satu wujudnya adalah pemilu presiden dan wakil presiden agar berjalan dan dilaksanakan sesuai garis konstitusi. Kewenangan memeriksa, mengadili, dan memutus perselisihan hasil pilpres juga manifestasi prinsip negara hukum yang demokratis. Di sinilah kita dapat melihat bagaimana agenda politik dan hukum harus ditempatkan dalam hubungan dan kerangka yang tepat demi tercapai tujuan demokrasi untuk mengikutsertakan rakyat dalam kehidupan bernegara sekaligus membentuk pemerintahan yang menjalankan roda kehidupan bernegara. *** Pilpres adalah aktivitas politik yang diikuti kekuatan-kekuatan politik dan diselenggarakan oleh institusi yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri yaitu KPU. Ini institusi negara. KPU memiliki beberapa kewewenangan, termasuk membuat keputusan hasil pemilu. Namun, karena berada dalam wilayah politik, boleh jadidansangatmungkin ada keberatan dari peserta pemilu terhadap keputusan KPU. MK adalah institusi hukum, sebuah lembaga peradilan. Pemberian kewenangan kepada MK untuk memeriksa, mengadili, dan memutus keberatan peserta pemilu terhadap keputusan KPU adalah wujud pengakuan terhadap supremasi hukum sebagai ciri negara modern yang beradab. Di sinilah dapat dilihat bahwa pemilusebagaiaktivitas demokrasi harus dijalankan sesuai aturan main yang ditentukan di dalam hukum serta harus berakhir ketika telah ada putusan hukum. Koridor hukum atas demokrasi sangat diperlukan untuk menjamin esensi demokrasi yaitu mewujudkan pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat serta mencegah distorsi sebagai cacat bawaan demokrasi yaitu permainan kekuatan dan kekuasaan. Untuk mengawal demokrasi dalam perselisihan hasil Pilpres 2014, MK harus berupaya menjaga dan menjunjung tinggi satu hal yang tidak dapat ditawar-tawar yaitu independensi dan imparsialitas. Independensi lebih bersifat eksternal. Artinya, tidak ada cabang kekuasaan lain ataupun kekuatan lain yang boleh mengintervensi MK. Karena itu, untuk menjaga independensi, diperlukan peran dan dukungan semua pihak dengan cara tidak mencoba mengintervensi MK. Imparsialitas bersifat internal yaitu ketidakberpihakan hakim MK dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara. Jaminan independensi dan imparsialitas tentu dimulai dari sembilan hakim konstitusi sebagai pelaksana kewenangan MK. Mekanisme perekrutan yang melibatkan tiga lembaga negara dan kriteria negarawan yang ditentukan dalam konstitusi merupakan bagian dari jaminan independensi dan imparsialitas MK. Salah satu hal yang sering disinggung tatkala terdapat keraguan terhadap independensi dan imparsialitas hakim konstitusi adalah ada beberapa hakim konstitusi yang memiliki latar belakang partai politik. Namun, dengan mendasarkan pada sejumlah putusan MK, baik dalam perkara pengujian undang-undang maupun perselisihan hasil pemilu anggota lembaga perwakilan, sudah cukup kiranya untuk menepis keraguan itu. Belajar dari pengalaman, MK juga telah membentuk Dewan Etik Hakim Konstitusi (DE-HK) yang bersifat permanen yang setiap saat memantau dan menerima laporan dari masyarakat dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat dan perilaku hakim konstitusi. DE-HK menjadi institusi yang akan mencegah pelanggaran atas prinsip independensi dan imparsialitas hakim konstitusi sekaligus akan menindak jika pelanggaran itu telah terjadi. Independensi dan imparsialitas juga harus menjadi prinsip dasar yang harus dipegang teguh seluruh jajaran MK yang diterjemahkan dalam kode etik, peraturan kepegawaian, serta diterapkan melalui mekanisme kerja yang cepat, cermat, penuh kehati-hatian, dan profesional. Masyarakat juga hendaknya dapat mengikuti sekaligus mengawasi pelaksanaan mekanisme kerja dan pedoman beracara yang telah dituangkan dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi dan telah dipublikasikan, bahkan disosialisasikan kepada semua tim pasangan calon presiden dan wakil presiden sebagai pelaksanaan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Kita percaya bahwa sebagai bangsa modern yang telah memasuki kematangan dalam berdemokrasi, semua pihak akan menghormati proses persidangan dan pengambilan putusan yang dilakukan MK. Kita berharap tidak ada satu pihak pun yang akan mencoba mengintervensi putusan MK. Apa pun putusan MK nanti, itulah keadilan konstitusional yaitu keadilan yang diberikan oleh lembaga negara yang diberikan kewenangan oleh konstitusi. Kita percaya terhadap kematangan bangsa ini dalam berdemokrasi yang tidak akan menilai kejujuran dan keadilan dari terpenuhi dan tidak kepentingan diri sendiri. Dengan demikian, suksesi kepemimpinan nasional dapat berlangsung dengan aman dan damai sampai terbentuk pemerintahan baru sehingga agenda pembangunan nasional untuk mewujudkan Indonesia yang maju dan bermartabat dapat dilanjutkan. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar