Parsel dan Makanan KedaluwarsaPosman Sibuea ; Guru Besar Tetap di Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Unika Santo Thomas; Pendiri dan Direktur Center for National Food Security Research (Tenfoser) |
KORAN SINDO, 01 Agustus 2014
Jika Anda sering mendapat kiriman parsel dari rekan bisnis saat jelang Lebaran, kini Anda harus waspada. Bukan karena semata ada larangan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap para penyelenggara negara untuk menerima bingkisan berupa parsel, tetapi keranjang parsel yang dikemas dengan kertas warna-warni yang menawan itu kerap berisi makanan dan minuman kedaluwarsa dan ilegal. Dari pengamatan dan pengawasan yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) setiap tahun selama Ramadan terhadap peredaran parsel yang berisi makanan menunjukkan berbagai produk makanan kerap mengalami kerusakan dan melampaui batas kedaluwarsa serta ilegal. Bahkan ada produk tidak terdaftar dan tidak memenuhi syarat pelabelan. Kenyataan itu menggambarkan bahwa parsel yang beredar berpotensi mencederai kesehatan konsumen. Ini diperkuat oleh sejumlah laporan konsumen yang diterima YLKI tentang kian marak makanan kedaluwarsa yang beredar menjelang Lebaran. Keluhan klasik lain adalah kemasan makanan yang rusak, penggunaan pengawet secara berlebihan, dan belum terdaftar di Kementerian Kesehatan. Peredaran makanan kaleng yang sudah tak layak dikonsumsi kerap menjadi berita aktual setiap datang Lebaran dan hari-hari besar keagamaan lain. Pemberitaan di sejumlah media cetak acap menyebutkan di sejumlah supermarket di ibu kota provinsi masih banyak beredar makanan kedaluwarsa. Produk ini biasa ditempatkan di rak-rak penjualan di pasar swalayan, bersama makanan kaleng yang kondisinya masih baik dan belum kedaluwarsa. Bisnis Menguntungkan Lalu lintas pengiriman parsel setiap menjelang Lebaran meningkat secara signifikan. Betapa tidak, bisnis yang satu itu selalu mendatangkan untung besar bagi pengelolanya. Ada dugaan pebisnis parsel memilih bahan makanan kedaluwarsa atau nyaris kedaluwarsa karena potongan harga menggiurkan sekitar 50% lebih murah. Pengiriman parsel pada mulanya jauh dari aktivitas ekonomi karena semata alat silaturahmi. Namun, kini menjelma menjadi media multifungsi dan sudah digunakan sebagai pelicin bisnis atau langkah pendahuluan untuk “lobi-lobi” politik tertentu guna mendapatkan posisi atau jabatan. Itu menjadikan parsel menjadi bisnis yang bisa meraup laba gede dalam hitungan waktu singkat. Peluang itulah yang kerap dimanfaatkan pengusaha parsel, apalagi dipermudah dengan sistem teknologi komunikasi yang makin baik. Hanya dengan mengangkat telepon atau kirim SMS misalnya parsel sudah diantar dan sampai ke tujuan sesuai pesanan. Kecenderungan yang terjadi selama ini, penerima parsel biasanya tak mau atau sungkan mengklaim kepada pengirimnya jika memperoleh makanan kedaluwarsa karena tidak tahu ke mana harus mengadu atau rasa segan lainnya. Si pengirim parsel tanpa menyadari telah membeli barang busuk yang berbahaya bagi kesehatan dengan harga lebih mahal pula untuk tujuan mulia, silaturahmi. Peredaran makanan kedaluwarsa secara umum merupakan produk ekonomi cuci gudang yang kerap dilakukan menjelang Lebaran. Barangbarang lama yang tak laku dijual kembali dengan potongan harga. Makanan kemasan yang diobral konon termasuk jenis barang perishables (mudah rusak) diibaratkan sebagai bom waktu yang siap mencederai kesehatan konsumen. Sedihnya, komoditas perishables ini bukan cuma diobral, melainkan menjadi isi parsel yang harganya bisa meningkat 2-3 kali lipat. Bahaya di balik makanan kedaluwarsa patut diwaspadai. Cemaran aflatoksin— senyawa beracun dari jamur aspergillus flavus dan A parasiticus yang amat berbahaya bagi kesehatan—akan mudah terbentuk pada produk olahan kacang-kacangan. Kandungan lemak kacang dapat teroksidasi menjadi asam lemak bebas dan manolaldehid yang ditandai dengan bau yang tajam. Bau tengik menjadi salah satu tanda bahwa makanan mulai memproduksi aflatoksin . Sementara itu, makanan kaleng yang berisi daging, ikan, atau sayur dengan pH di atas 4,6 jika sudah lewat masa kedaluwarsanya akan bersemayam bakteri clostridium botulinum dan pada gilirannya memproduksi racun botulinin yang mematikan. Bakteri yang amat berbahaya ini suka berdomisili pada tempat yang tak ada udara dan melindungi diri dengan membentuk spora sehingga tahan pada gempuran suhu tinggi. Keamanan Pangan Perdagangan makanan ilegal yang ditemukan BPOM selama Ramadan 2014 ini hanyalah salah satu dari segudang persoalan keamanan pangan di Indonesia. Peredaran produk pangan olahan yang mengandung bahan tambahan yang dilarang dapat menjadi contoh lain benang kusut keamanan pangan yang sulit diurai. Makanan dan minuman yang mengandung zat pewarna rhodamineB atau methanylyellow, pemanis buatan siklamat atau sakarin, mi basah, daging ayam, dan ikan basah mengandung formalin masih tetap beredar di pasaran. Dalam kasus peredaran produk pangan kedaluwarsa, kita patut lebih berhati-hati memilih produk makanan yang tidak jelasasalusulnya. Makanan kaleng yang sudah menunjukkan tanda-tanda kerusakan seperti kembung, penyok, bocor, dan berkarat sebaiknya tidak dikonsumsi karena rentan mengakibatkan keracunan. Keracunan makanan terjadi ketika ada bahan-bahan beracun yang terbentuk dalam makanan dan ikut masuk ke dalam tubuh saat kita makan. Mekanisme ini disebut intoksikasi. Mikroba patogen yang masuk ke dalam tubuh lalu berkembang biak sampai menimbulkan gang-guan atau penyakit disebut infeksi. Gejala keracunan muncul tak lama setelah menelan makanan yang mengandung racun, bahkan bisa terjadi tak lebih dari 24 jam. Rasa sakit mulai terasa pada saluran pencernaan seperti mual, muntah, perut melilit, diare, atau kolik. Bisa juga menyerang susunan syaraf sehingga menimbulkan rangsangan syaraf seperti tegang otot atau kejang-kejang. Kondisi yang lebih parah, si penderita menunjukkan rasa kantuk yang berlebihan sampai koma (pingsan). Pada kondisi itu kematian sering terjadi karena pernafasan terhambat atau kerja jantung terganggu. Kasus keracunan makanan acapkali meminta korban jiwa manusia. Dari berbagai kasus keracunan yang terjadi selama ini korban bukan hanya sakit, melainkan juga bersifat fatal dan meninggal dunia. Sumber keracunan dapat dibagi menjadi empat kelompok yakni makanan jajanan, makanan olahan pabrikasi, jasa boga atau katering, dan industri rumah tangga. Hal yang sama juga masih terdapat di negara maju seperti Amerika Serikat yang sudah amat peduli terhadap perlindungan konsumen. Diperkirakan korban meninggal dunia akibat keracunan makanan mencapai 9.100 orang per tahun dengan kerugian hampir Rp5 miliar dolar per tahun. Perhatikan Label Untuk memastikan aman bagi kesehatan, sebelum dikonsumsi perhatikan dan bacalah label pada setiap makanan kemasan yang ada dalam parsel secara seksama. Label pada produk makanan olahan adalah sarana yang memberi informasi secara jelas mengenai produk tersebut. Lewat label dapat diketahui batas akhir penggunaan makanan tersebut (kedaluwarsa), kandungan zat gizinya, bahan pengawet yang digunakan, dan nama perusahaan yang memproduksi. Dari label juga diketahui apakah suatu produk pangan dibuat di Indonesia atau didatangkan dari luar negeri. Hal lain yang tak kalah penting, masyarakat amat mengharapkan pemerintah menindak tegas pengedar dan penjual parsel yang berisi makanan kedaluwarsa dengan mengajukan mereka ke pengadilan sebagai bentuk kepedulian pemerintah terhadap perlindungan konsumen pangan. Selama ini pelaku pengedar makanan kedaluwarsa di pengadilan dianggap sebagai tindak pidana ringan. Bukankah makanan kedaluwarsa berisiko menimbulkan penyakit yang acap minta korban jiwa? Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan memberi jaminan kepada konsumen pangan untuk mendapatkan makanan yang aman bagi kesehatan. Menindak secara tegas sesuai hukum yang berlaku akan memberi efek jera kepada pedagang parsel untuk tercipta iklim perdagangan yang jujur dan bertanggung jawab. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar