Transformasi Sistem PembayaranAchmad Deni Daruri ; President Director Center for Banking Crisis |
KORAN SINDO, 08 Agustus 2014
Transformasi dalam sistem pembayaran akan terjadi seiring dengan transformasi perekonomian. Namun berbeda dengan transformasi perekonomian ala neoklasik, transformasi dalam sistem pembayaran justru sangat kental dengan transformasi sosial. Biaya marjinal dari produksi, termasuk biaya dari setiap eksternalitas negatif, seperti polusi udara, ditanggung oleh individu dalam perekonomian selain produser. Tugas utama dari biaya sosial ini adalah menjaga keberlangsunganperubahansosial, yaituberupa tanggapan yang sesuai dengan yang diharapkan dari lingkungansekitar populasi target adopter. Analisis mengenai hubungan sosial yang terjadi menurut cost and reward ini merupakan salah satu ciri khas teori pertukaran. Teori pertukaran ini memusatkan perhatiannya pada tingkat analisis mikro, khususnya pada tingkat kenyataan sosial antarpribadi (interpersonal). Pada artikel ini, saya menekankan pada pemikiran teori pertukaran oleh Homans dan Blau. Homans dalam analisisnya berpegang pada keharusan menggunakan prinsip-prinsip psikologi individu untuk menjelaskan perilaku sosial daripada sekadar menggambarkannya. Akan tetapi, Blau di lain pihak berusaha beranjak dari tingkat pertukaran antarpribadi di tingkat mikro, ke tingkat yang lebih makro yaitu struktur sosial. Ia berusaha untuk menunjukkan bagaimana struktur sosial yang lebih besar itu muncul dari proses-proses pertukaran dasar. Pada tahun 2009, BankSentral Norwegia (Norges Bank) melakukan penelitian biaya sistem pembayaran Norwegia. Analisis mencakup biaya sosial yang terkait dengan kartu pembayaran, giro, dan uang tunai. Biaya sosial untuk menggunakan dan memproduksi layanan pembayaran ini diperkirakan mencapai NOK11,16 miliar pada 2007, setara dengan 0,49% dari PDB. Pembayaran kartu menyumbang sekitar setengah biaya sosial, ketika mendistribusikan biaya sosial pada uang tunai, kartu, dan giro. Survei rumah tangga menunjukkan bahwa pembayaran tunai menyumbang 14% dari nilai pembayaran dan 24% dari jumlah transaksi pada titik penjualan di Norwegia. Dibandingkan dengan negaranegara lain ini adalah angka yang relatif rendah. Terlepas dari ini, uang tunai mewakili 31% dari biaya sosial. Kartu mewakili 48% dan giro 21%. Biaya pribadi untuklayananpembayaranyang dihasilkan oleh bank adalah NOK7,1 miliar pada tahun 2007. Pendapatan yang sesuai adalah NOK5,2 miliar, biaya pemulihan 71%. Penghasilan didasarkan pada harga per transaksi pembayaran dan tetap, fee berkala dari pembayar dan penerima pembayaran. Biaya pemulihan meningkat menjadi 87% ketika layanan uang tunai dikeluarkan dari perhitungan. Perhitungan biaya sosial per instrumen menunjukkan biaya transaksi yang relatif rendah per pembayaran tunai dibandingkan dengan biaya pembayaran kartu, NOK1,80 dan NOK5,93. Namun ketika biaya untuk penarikan atau deposito dimasukkan, uang tunai lebih mahal per transaksi, menjadi USD7,06. Suatu teknologi manajemen perubahan sosial harus dapat menjawab secara efektif pertanyaan berikut: Gagasan atau praktik sosial apa yang akan diubah, dan kelompok target adopter mana yang dituju? Halhal apa saja yang membuat suatu perubahan berkualitas baik? Bagaimana membawa perubahan tersebut untuk kelompok target adopter? Inilah nilai lebih dari sistem pembayaran Norwegia karena sistem ini mengambangkan sistem pembayaran setelah mampu menjawab tiga pertanyaan tersebut. Dengan demikian, transformasi sistem pembayaran di Norwegia bukan saja berbasis transformasi sosial tetapi juga terjadi karena didesain secara sadar dengan melakukan pengelolaan konflik sosial. Pertentangan yang terjadi ini merupakan akibat dari tumbuhnya pertentangan antara orientasi individualistis dan kolektivistik. Homans mungkin merupakan seseorang yang sangat menekankan pada pendekatan individualistis terhadap perkembangan teori sosial. Hasilnya sangat luar biasa di mana fee menjadi semakin efisien. Temuan dalam laporan (2012) menunjukkan penurunan yang stabil pada biaya layanan merchant (BLM) untuk Visa dan MasterCard di Norwegia sejak tahun 2002. Dengan kedua skema dihargai pada 2,15-1,85% sebagai rata-rata tertimbang pada tahun 2002, BLM untuk satu skema mengalami penurunan sebesar 35,3% (2011), sedangkan BLM untuk skema lain mengalami penurunan sebesar 24,9% (2011). American Express beroperasi dengan BLM yang jauh lebih tinggi dengan skema tiga partai dan empat partai lainnya di Norwegia. Namun, telah memiliki tren menurun 12,7% dari tahun 2002 hingga 2011. Untuk Diners Club penurunannya lebih sederhana dengan 4,2% selama periode yang sama. Namun, JCB (Japan Credit Bureu) meningkatkan BLM mereka sebesar 2,3% dari tahun 2005 hingga 2011. Dalam kasus skema data tiga partai menunjukkan bahwa tingkat fee memiliki pengembangan yang proporsional, BLM menurun ketika “tingkat penerbit” menurun, dan sebaliknya. Meskipun kurangnya kompetisi intra-sistem data menyiratkan bahwa BLM pada skema tiga partai tampaknya dipengaruhi oleh perkembangan BLM yang sesuai dari skema empat partai. Keberhasilan transformasi sistem pembayaran di Norwegia patut ditiru oleh Indonesia sehingga sudah saatnya analisis biaya sosial juga diperhitungkan dalam sistem pembayaran Indonesia! Hasil dari laporan (2012) menunjukkan bahwa margin pengakuisisi telah menurun. Rentangan antara MSC dan fee pertukaran telah menyempit, menunjukkan pass-through tingkat tinggi. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar