“Bekal” Jokowi Melaut

 On Selasa, 05 Agustus 2014  

“Bekal” Jokowi Melaut

M Riza Damanik  ;   Anggota Delegasi RI untuk Perundingan FAO-VGSSF
KOMPAS, 06 Agustus 2014
                                                
                                                                                                                                   

ORGANISASI Pangan dan Pertanian (FAO), 10 Juni lalu, mengadopsi instrumen perlindungan nelayan kecil pertama di dunia. Instrumen yang lahir dari usul nelayan sedunia ini mesti digunakan presiden terpilih Joko Widodo sebagai jalan melindungi dan menyejahterakan nelayan Indonesia. Instrumen bernama Voluntary Guidelines for Securing Sustainable Small-scale Fisheries (VGSSF) berisi 13 pasal yang mengatur pembaruan agraria kelautan, kelayakan lingkungan kerja nelayan, rantai dagang berkeadilan, peran strategis perempuan pada hulu-hilir perikanan, perubahan iklim, termasuk dukungan implementasi dan pemantauan VGSSF di negara masing-masing.

Seperti gayung bersambut, semua itu dibutuhkan Jokowi bergerak bersama 13,8 juta keluarga nelayan (termasuk petambak, pedagang, dan pengolah ikan) mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Secara programatis perhatian 10 tahun pemerintahan SBY terhadap kelautan memang terus meningkat. Ini ditandai dengan penambahan alokasi APBN Kelautan dan Perikanan rata-rata hampir 20 persen per tahun. Sayangnya, besar anggaran itu belum diikuti prestasi menyelesaikan akar kemiskinan dan tantangan nelayan.

Pertama, ketimpangan pemanfaatan sumber daya agraria (baca: perikanan). Sekitar 90 persen dari 2,8 juta nelayan kecil Indonesia hanya membawa pulang rata-rata 2 kg ikan per hari. Jika dapat menjual seluruh ikan ke pasar, mereka berpenghasilan Rp 20.000-Rp 30.000. Bukan karena di laut tak ada ikan, tetapi lebih disebabkan kapal berbobot besar dibiarkan bebas menangkap ikan di perairan kepulauan.

Faktanya, 99,5 persen armada ikan Indonesia, termasuk kapal berbobot 30-100 GT, beroperasi di perairan kurang dari 12 mil laut dari garis pantai. Hanya 0,5 persen sisanya berani berhadapan dengan kapal ikan asing di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (12-200 mil laut). Ini diperparah kualitas lingkungan dan cuaca di laut yang kian buruk.

Kedua, terabaikannya pemenuhan hak dasar keluarga nelayan. Di Marunda, Jakarta Utara, yang berjarak kurang dari 20 kilometer dari Istana Presiden, kealpaan pemerintah melindungi keluarga nelayan terlihat kasatmata. Ketaklayakan fasilitas kesehatan dan pendidikan, kesulitan mendapat air bersih, hingga permukiman dan lingkungan perairan yang buruk. Terakhir, meluasnya arus liberalisasi hingga ke perkampungan nelayan.

Pada akhir 2015 Indonesia memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Komoditas perikanan jadi satu dari 12 sektor prioritas pasar tunggal ASEAN. Dengan buruknya prestasi pemerintah melindungi keluarga nelayan, MEA berpotensi membanjiri laut Indonesia dengan nelayan asing, kapal bukan berbendera merah-putih, maupun produk perikanan impor dari Thailand, Filipina, Vietnam, dan Malaysia.

Membantu Jokowi

Jika dijalankan, VGSSF akan membantu presiden terpilih 2014 mengurangi angka kemiskinan, membuka lapangan kerja baru, dan memperkuat daya saing bangsa. Instrumen ini menempatkan nelayan kecil sebagai kekuatan dan solusi mengatasi kelaparan dan kemiskinan di dunia. Pada skala global VGSSF memberikan kepastian di tingkat internasional kepada Pemerintah Indonesia mempertahankan bahkan meningkatkan pemberian subsidi bagi nelayan kecil. Ini jadi relevan di tengah maraknya tuntutan penghapusan subsidi perikanan oleh negara maju. Manfaat lain ialah memudahkan mobilisasi pembiayaan internasional dalam implementasi dan pemantauan VGSSF di Indonesia (Pasal 5, 6, 7, dan 13).

Di skala nasional, VGSSF bisa membantu pemerintah ke depan lewat dua cara. Pertama, mengukur keefektifan kebijakan nasional melindungi nelayan kecil. Kedua, mempercepat lahirnya kebijakan perlindungan nelayan yang lebih komprehensif, termasuk memastikan kapal ikan berbobot lebih dari 30 GT tak beroperasi di perairan kepulauan.

Di tingkat kampung, instrumen VGSSF dapat memperkuat pengakuan peran strategis nelayan kecil Indonesia, termasuk kearifan tradisionalnya mengelola sumber daya pesisir dan laut, menjamin akses pendidikan dan pelatihan guna meningkatkan daya saing nelayan menghadapi pasar bebas ASEAN dan global, serta memperbesar daya pulih nelayan terhadap perubahan iklim (Pasal 11 dan 12).

Ini saatnya Indonesia kembali jaya di laut. VGSSF akan membekali Presiden Jokowi memperkuat kemandirian dan kedaulatan bangsa atas wilayah pesisir dan kelautan.
Indeks Prestasi
“Bekal” Jokowi Melaut 4.5 5 Arjuna Cellular Selasa, 05 Agustus 2014 “Bekal” Jokowi Melaut M Riza Damanik  ;     Anggota Delegasi RI untuk Perundingan FAO-VGSSF KOMPAS, 06 Agustus 2014                ...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar